Resensi Novel Anak Semua Bangsa

Diposting pada

Resensi Novel Anak Semua Bangsa – Hai sobat PPKN.co.id apakah kalian sudah membaca novel dari judul artikel ini ? Oh ya untuk sobat yang belum sempat membaca ini penulis sajikan resensinya sebagai gambaran sobat untuk membaca yang selengkapnya dapat sobat simak berikut dibawah ini.

Resensi Novel Anak Semua Bangsa
Resensi Novel Anak Semua Bangsa

Resensi Novel Anak Semua Bangsa

Identitas Buku

Kategori Keterangan
Judul Anak Semua Bangsa
Pengarang Pramoedya Ananta Toer
Penerbit Hasta Mitra
Jumlah halaman 404 halaman
ISBN 979865139
Tahun terbit 1980 (Cetakan pertama)

Resensi Novel Anak Semua Bangsa

Berbagai masalah yang mulai dialami Minke, ningrat yang adalah putra Bupati Bojonegoro. Ia harus bisa membayar konsekuensi dari apa yang menjadi pilihannya. Ia seharusnya bisa memperoleh pendidikan khas Eropa guna untuk meneruskan bisnia ayahnya.

Namun, Minke justru kini memutuskan menjadi seorang manusia yang merdeka dan ia bisa melakukan segala sesuatunya berdasarkan dan sesuai kata hatinya. Hal ini seperti kata para sahabatnya bernama Jean Marais yang mempunyai pondasi berpikir dengan berdasarkan revolusi Prancis.

Ia terpesona dengan berbagai ide revolusi tersebut sebab bisa menyulap semua tatanan yang ada di negara terkenal itu dengan menara eiffel ini dalam sekejap.

Berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan di Hoogere Burger School adalah sebuah kebanggaan karena sekolah yang tersebut hanya diperuntukkan untuk orang Eropa, Belanda serta elite pribumi. Terlebih bahasa pengantarnya adalah dengan menggunakan Belanda sehingga meninggikan derajat mereka pribumi.

Sebelum lulus, Minke telah memperoleh anugerah yang sangat luar biasa.  Ia juga telah mampu menaklukkan hati dari seorang gadis putri administrateur Belanda dan nyai jelita yang bernama Annelies Mellema. Minke memberi sebutan nama Annelies sebagai “Bunga penutup abad.”

Sebagai putra seorang ningrat, Minke harus dapat mengalami sistem kolonial. Ia sadar bahwa hidup ini di sebuah alam yang sangat penuh sekat di mana ada manusia Eropa ialah dewa dari segalanya. Kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki bangsa Eropa mampu untuk menguasai dua pertiga dari bumi.

Tampak dalam adegan saat Minke bertamu dan datang ke rumah calon mertuanya dengan ia balutan pakaian Eropa, kemeja serta jas dan rompi serta juga berkopiah blangkon untuk dapat menunjukkan entitas Jawanya. Ia menyapa dengan menggunakan bahasa Belanda dengan sangat sopan. Namun, semua itu justru hanya dibalas hardik.

Herman Mellema bahkan sampai hati membentak dengan kata-kata kasar “Kowe ini monyet!” dan yang lain sebagainya. Minke kini menyadari bahwa keluarga silang calon mertuanya itu mempunyai banyak konsekuensi.

Nyai Ontosoroh dinikahi bukan sebab cinta melainkan hasil dari rampasan karena saat itu Herman tengah menjabat sebagai administrateur pabrik gula yang ada di Sidoarjo.

Nyai adalah sebutan untuk perempuan yang telah menjadi piaraan tuan Belanda. Sebutan itu yang membuat derajat seorang wanita yang rendah di mata pribumi. Namun, berbeda dengan seorang Nyai Ontosoroh yang mendapat pendidikan, pengetahuan serta ia berkesempatan mengembangkan perusahaan.

Nyai semakin dapat berkembang, mandiri serta cerdas. Ia memiliki dua anak yang bernama Robert Mellema dan Annelies Mellema yang akan menjadi istri Minke.

Sangat disayangkan dalam hukum kolonial Belanda selalu berskenario tunggal dimana bahwa Eropa mempunyai kedudukan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pribumi. Hal ini yang terjadi pada saat anak Herman yang bersama istri pertamanya di Belanda untuk menuntut warisan, nyai dan Minke tidak dapat berkutik.

Setelah kepergian sang istrinya, Minke sadar akan sesuatu hal. Ia mulai menaruh perhatian juga terhadap Jepang, satu-satunya negara yang ada di benua Asia yang mempunyai derajat sama dengan lingkungan Eropa. Pemuda Jepang banyak juga yang belajar di Eropa kemudian mereka mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh di negaranya.

Kemudian, perhatiannya kini beralih kepada aktivis Tiongkok yang bernama Khow Ah Soe serta yang dianggap sebagai perusak dari kemapanan bangsanya. Akibatnya, terpaksa pergi dari negaranya sebab dianggap buronan. Padahal mereka niatnya baik untuk dapat mengingatkan bangsanya terhadap serangan hegemoni luar negeri.

Suatu hari Minke tengah bertemu jurnalis yang bernama Kommer. Peranakan Eropa yang tersebut secara frontal mengatakan Minke tidak akan mengenal bangsanya. Pernyataan ini tidak pernah diterima Minke.

Namun, saat menantang dirinya sendiri supaya mampu membaca kondisi laki-laki yang pemikul kacang tanah, ia tidak dapat mengetahui berapa penghasilannya, berapa juga jumlah panennya dan yang lain sebagainya. Akhirnya Minke dapat mengakui apa yang didakwakan oleh jurnalis Kommer. Ia pun sangat malu.

Demi membayar rasa kekecewaannya, Ia melakukan berbagai bentuk blusukan kecil di daerah perkebunan tebu dan tepatnya di Tulangan, Sidoarjo. Perkebunan yang tersebut sebenarnya merupakan lahan produktif bagi warga.

Para petani justru sangat terintimidasi akibat bentuk mempertahankan lahannya. Minke kini menjadi tahu bahwa keberadaan dari pabrik gula justru membuat masyarakat sangat sengsara. Lalu, ia menginap di salah satu gubuk Trunodongso (yang merupakan rumah salah satu petani) untuk mendapatkan berbagai informasi yang lebih akurat.

Saat Minke melakukan perjalanan langsung ke Batavia dengan kapal Oosthoek, ia sempat bertemu Ter Haar. Orang Belanda tersebut mengatakan bahwa pada zaman modern, setiap orang yang diperintah modal besar. Penjajahan yang akan dilakukan bangsa Eropa sebenarnya adalah untuk dapat mencukupi kebutuhan modal.

Modal bisa memunculkan kesengsaraan serta bencana. Minke diwanti-wanti, jika ada penderitaan timbul akibat ulah manusia maka itu bukan disebut dengan bencana alam. Manusia pasti bisa melawannya.

Minke memilih untuk menulis sebagai cara untuk ia melawan. Ia tidak berhenti menulis meski telah ditolak oleh redaktur.

Kelebihan Novel

Tema yang diusung ini banyak menyajikan pelajaran hidup yang bisa dipetik oleh pembaca karena banyak mengandung nilai-nilai sosial, budaya, politik dan yang utamanya sejarah.

Sekian artikel Resensi Novel Anak Semua Bangsa. Semoga dapat memberikan manfaat dan dapat sobat pesan yang terkandung dalam resensi diatas untuk diambil positifnya.

Baca Juga :