Pancasila dan Organisasi Masyarakat: Pilar Keterkaitan dalam Kehidupan Berbangsa

Diposting pada

Pancasila dan Organisasi Masyarakat

Pancasila dan organisasi masyarakat


Pendahuluan

Indonesia sebagai negara plural memiliki keragaman suku, agama, budaya, dan cara pandang sosial yang luar biasa. Untuk menjaga persatuan dan keselarasan di tengah keragaman tersebut, negara membangun landasan ideologi dan dasar konstitusional: Pancasila.

Di sisi lain, organisasi masyarakat atau Ormas (organisasi kemasyarakatan) merupakan salah satu elemen kunci dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sebagai wadah partisipasi, aspirasi, serta dinamika sosial.

Namun, bagaimana sesungguhnya hubungan antara Pancasila dan organisasi masyarakat? Seberapa jauh organisasi masyarakat dapat tumbuh secara dinamis, tanpa menyimpang dari nilai-nilai Pancasila? Apa tantangan yang muncul?

Artikel ini akan mengupas secara komprehensif hubungan tersebut: dari landasan filosofis, regulasi, peran, hingga tantangan di era modern.

Dalam sudut pandang SEO, artikel ini akan mengangkat kata kunci inti seperti Pancasila, organisasi masyarakat, ormas, nilai Pancasila, aturan ormas, partisipasi masyarakat, dan turunannya. Semoga artikel ini tidak hanya informatif, tetapi juga mudah ditemukan dalam pencarian online.


Pancasila: Ideologi, Filosofi, dan Nilai Dasar


Sejarah dan Lahirnya Pancasila

Pancasila secara historis muncul melalui proses pemikiran kaum pendiri bangsa ketika Indonesia hendak merumuskan dasar negara. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima prinsip dasar sebagai dasar negara. Pancasila kemudian disepakati sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Kelima sila Pancasila adalah:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa

  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

  3. Persatuan Indonesia

  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kelima sila itu bukan sekadar kata, melainkan nilai-nilai dasar yang ditanam dan harus diaktualisasikan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam organisasi masyarakat.


Fungsi dan Makna Filosofis Pancasila

Pancasila memiliki fungsi ganda dalam kehidupan bernegara:

  • Sebagai dasar negara (grundnorm), yang menjiwai seluruh sistem kenegaraan Indonesia.

  • Sebagai ideologi negara atau pandangan hidup bangsa, yang menjadi acuan nilai dan norma sosial.

Dalam praktiknya, nilai-nilai Pancasila harus menjadi rohani yang menghidupi tindakan warga negara dan lembaga, termasuk ormas. Ia menjadi filter moral dan etika — bahwa setiap organisasi masyarakat harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila agar tetap sah dan bermartabat.

Untuk memperkuat penghayatan nilai Pancasila, pemerintah melalui lembaga seperti BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) memperkenalkan program pendidikan ideologi dan nilai-nilai Pancasila sebagai bagian dari upaya menjaga keutuhan bangsa.


Organisasi Masyarakat (Ormas): Konsep, Fungsi, dan Regulasi


Definisi dan Karakteristik Ormas

Organisasi masyarakat atau Ormas adalah wadah berkumpulnya warga negara secara sukarela, yang bertujuan sosial, budaya, keagamaan, advokasi, dan bukan untuk mencari keuntungan langsung ekonomi. Ormas berada di ruang publik, sebagai bagian dari dinamika masyarakat sipil.

Menurut perspektif masyarakat sipil (civil society), Ormas adalah institusi yang tumbuh dari bawah (grassroots) dan berada di luar aparatus negara, tetapi dapat berinteraksi dengan negara dalam fungsi pengawasan, advokasi, dan kemitraan.

Beberapa karakteristik ormas:

  • Bersifat sukarela dan terbuka bagi anggota

  • Memiliki visi, misi, dan tujuan sosial

  • Bekerja dalam kerangka demokrasi internal

  • Tidak berorientasi keuntungan ekonomi langsung

  • Harus menghormati hukum dan nilai-nilai dasar negara


Regulasi dan Perundang-Undangan Ormas di Indonesia

Ormas di Indonesia diatur secara hukum agar pertumbuhan dan aktivitasnya tetap dalam koridor konstitusional dan negara hukum. Landasannya antara lain:

  • UUD 1945, Pasal 28E ayat (3): “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang kini telah disesuaikan dalam PP Pengganti UU Ormas (PP pengganti UU 2 Tahun 2017 ditetapkan sebagai UU 16 Tahun 2017).

  • Dalam UU Ormas ditegaskan bahwa ormas harus berasaskan Pancasila dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

  • Sanksi terhadap ormas yang menyimpang, baik pidana maupun administratif juga diatur dalam regulasi tersebut.

Sebagai contoh, dalam tesis tentang indikator organisasi kemasyarakatan yang melanggar Pancasila, disebutkan bahwa apabila ormas bertentangan dalam asas, pikiran, atau tindakan terhadap Pancasila, maka dapat dikenakan sanksi administratif seperti pencabutan status organisasi, penghentian kegiatan, bahkan pembubaran.


Hubungan Pancasila dan Ormas: Sinergi dan Tantangan


Sinergi: Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Ormas

Ketika organisasi masyarakat berfungsi secara ideal, mereka menjadi perpanjangan tangan aktualisasi nilai Pancasila di masyarakat. Beberapa aspek aktualisasi:

  • Ketuhanan Yang Maha Esa → Ormas keagamaan dapat menanam toleransi antar agama, menghormati perbedaan, dan menjauhi ekstremisme.

  • Kemanusiaan Adil dan Beradab → Ormas sosial atau kemanusiaan menegakkan hak asasi manusia, membantu kelompok rentan, memperjuangkan keadilan sosial.

  • Persatuan Indonesia → Ormas kebangsaan menggalang semangat nasionalisme, menghindari konflik sektarian atau suku, memperkuat rasa persatuan.

  • Kerakyatan dan Permusyawaratan → Ormas demokratis menerapkan mekanisme partisipatif: musyawarah, aspirasi, pemilihan kepengurusan secara adil.

  • Keadilan Sosial → Ormas dalam pelayanan sosial, program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dll., dapat membantu mewujudkan kesejahteraan.

Sebagai contoh praktis, ormas seperti Gerakan Pemuda Ansor menerapkan nilai-nilai Pancasila (seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan) dalam kegiatan dakwah, pembinaan moral, dan sosial.

Atau ormas pembangunan masyarakat seperti Bina Swadaya, yang memelopori model pemberdayaan masyarakat di akar rumput agar dapat mandiri, mengorganisir diri sendiri sebagai subjek perubahan, bukan objek bantuan eksternal.


Tantangan: Risiko Penyimpangan dan Konflik

Namun ideal tidak selalu mudah diwujudkan. Terdapat sejumlah tantangan dan risiko:

  1. Penyalahgunaan hak dan wewenang
    Beberapa ormas terlibat konflik antar kelompok atau menyalahgunakan kekuasaan simbolik mereka untuk menekan pihak lain. Misalnya, terjadi gesekan antara ormas di Tangerang karena kompeting identitas.

  2. Ormas ekstremis atau anti-Pancasila
    Ada ormas atau kelompok yang terang-terangan menolak Pancasila atau ideologinya bertentangan dengan nilai dasar negara, sehingga mesti mendapat pengawasan dan sanksi.

  3. Fragmentasi internal
    Ormas kadang mengalami konflik internal, kepemimpinan otoriter, korupsi dalam struktur, atau pergeseran tujuan. Jika tidak dikendalikan, bisa merusak legitimasi ormas dan kepercayaan publik.

  4. Ketidakadilan akses dan dominasi
    Ormas yang memiliki akses kekuatan politik atau ekonomi bisa mendominasi ruang publik, sementara ormas kecil atau baru sulit berkembang. Hal ini bisa menciptakan ketimpangan dalam partisipasi masyarakat.

  5. Regulasi yang tegas namun belum sempurna
    Walaupun UU Ormas sudah mengatur sanksi terhadap penyimpangan, dalam praktik pelaksanaannya sering menemui hambatan administratif, penegakan hukum lemah, atau interpretasi yang bias. Studi terhadap penerapan sanksi ormas menunjukkan masih banyak perbaikan yang diperlukan.


Indikator Ormas yang Sesuai dan Bertentangan dengan Pancasila


Agar ormas tetap selaras dengan nilai Pancasila, beberapa indikator dapat dijadikan acuan. Sebaliknya, indikator penyimpangan juga penting dikenali agar ormas bermasalah dapat ditindak.


Indikator Ormas Selaras dengan Pancasila

Beberapa indikator bahwa suatu ormas berjalan sehat dan sesuai Pancasila:

  • Memiliki asas yang jelas dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

  • AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) yang mencantumkan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan moral dan normatif.

  • Mekanisme pengambilan keputusan yang demokratis: musyawarah, pemilihan, perwakilan.

  • Memberi ruang bagi pluralisme dan partisipasi anggota, tanpa diskriminasi.

  • Mengutamakan aksi sosial, advokasi, pendidikan nilai, pelayanan masyarakat.

  • Transparansi dan akuntabilitas internal: pertanggungjawaban ke anggota dan publik.

  • Tidak melakukan tindakan kekerasan, intimidasi, atau sweeping ilegal.

  • Kooperatif dengan negara dan lembaga publik dalam kerangka kemitraan, bukan antagonistik.


Indikator Ormas Menyimpang/Pelanggaran

Sebaliknya, ormas yang menyimpang dari nilai Pancasila dapat dikenali melalui indikator seperti:

  • Asas, tujuan, atau tindakan yang bertentangan langsung dengan Pancasila atau UUD 1945.

  • Penggunaan kekerasan fisik, intimidasi, atau sweeping tanpa dasar hukum.

  • Penolakan terhadap sistem demokrasi, kebebasan beragama, atau pluralisme.

  • Dominasi otoriter dalam struktur organisasi: tidak ada kontrol anggota.

  • Tidak transparan dalam dana, kegiatan, atau penggunaan sumber daya.

  • Terlibat dalam tindakan radikalisme, ekstremisme, permusuhan antarsuku atau agama.

  • Konflik terus-menerus dengan masyarakat atau pemerintah karena tindakan ilegal.

  • Menolak pembinaan, patroli hukum, pengawasan negara atau institusi negara.

Dalam studi “Indikator Organisasi Kemasyarakatan Melanggar Pancasila” disebutkan bahwa apabila ormas dalam pikiran dan perbuatannya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, maka harus ada konsekuensi hukum.


Penerapan Sanksi terhadap Ormas yang Melanggar Nilai Pancasila


Pengaturan sanksi adalah alat penting agar ormas yang menyimpang tidak merusak tatanan kenegaraan dan sosial.


Dasar Hukum dan Jenis Sanksi

UU Ormas (dan regulasi terkait) memberikan kewenangan kepada negara untuk memberikan sanksi terhadap ormas yang melanggar. Sanksi dapat berupa:

  1. Sanksi administratif

    • Peringatan

    • Suspensi kegiatan

    • Pembekuan kegiatan

    • Pembubaran ormas

    • Pencabutan status hukum organisasi

  2. Sanksi pidana

    • Bagi oknum anggota atau pengurus yang terlibat tindakan melawan hukum

    • Denda atau hukuman sesuai ketentuan yang berlaku

Dalam praktiknya, penerapan sanksi masih menemui kendala. Beberapa ormas radikal atau anti-Pancasila kadang sulit dibubarkan karena prosedur panjang atau keberatan hukum. Penelitian tentang penerapan sanksi menunjukkan bahwa masih diperlukan kesiapan administratif dan penegakan hukum yang tegas.


Studi Kasus: Ormas Radikal dan Penegakan Hukum

Contoh nyata ialah kasus ormas seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang secara tegas menolak Pancasila, sehingga pada 2017 pemerintah membubarkan HTI berdasarkan UU Ormas. Kasus FPI juga menjadi sorotan terkait sweeping dan tindakan yang dianggap melanggar prosedur hukum.

Dalam tesis di Universitas Brawijaya dibahas indikator dan sanksi ormas yang menyimpang dari Pancasila, bahwa konsekuensi hukum bisa berupa sanksi pidana terhadap anggota dan sanksi administratif terhadap lembaga ormas.


Ormas sebagai Mitra Negara dan Wadah Partisipasi Masyarakat


Ormas sebagai Penyeimbang dan Mitra Negara

Organisasi masyarakat bukanlah musuh negara, tetapi bisa menjadi mitra strategis. Dalam pandangan ideal, ormas membantu negara dalam:

  • Menyerap aspirasi masyarakat

  • Mendorong kebijakan berbasis rakyat

  • Menjadi kanal pengawasan sosial terhadap kebijakan publik

  • Mengeksekusi program sosial dan pembangunan di akar rumput

  • Menjadi agen perubahan sosial dan moral

BPIP sendiri menyebut bahwa ormas memiliki “kekuatan baru dalam people empowering (pemberdayaan masyarakat), mendampingi kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif maupun pers.”

Dalam kajian “Telaah Kedudukan Ormas” juga disebut bahwa Ormas memiliki pengaruh besar dalam menghubungkan masyarakat dengan asas kedaulatan rakyat, dan partisipasi masyarakat merupakan penghubung antara ormas dan prinsip demokrasi.


Ormas dan Pemberdayaan Sosial

Banyak ormas bergerak di sektor sosial, kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, lingkungan, pemberdayaan ekonomi, advokasi hak sosial. Mereka menjadi jembatan antara kebijakan publik dan realitas masyarakat.

Contohnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang memperjuangkan hak masyarakat adat di berbagai provinsi di Indonesia. Organisasi ini menjadi suara masyarakat adat yang sering terpinggirkan dalam kebijakan pembangunan.

Ormas seperti Bina Swadaya memperkuat gagasan bahwa masyarakat miskin tidak hanya objek pembangunan, tetapi subjek yang memiliki kapasitas untuk mengorganisasi diri dan menentukan solusi mereka sendiri.

Melalui pemberdayaan tersebut, ormas turut mengaktualisasikan nilai keadilan sosial dalam Pancasila — bahwa semua warga negara berhak mendapat kesejahteraan.


Tantangan Ormas di Era Kontemporer dan Strategi Keberlanjutan


Tantangan Global dan Digitalisasi

Era digital dan global memunculkan tantangan baru:

  • Disinformasi dan penyebaran ekstremisme online
    Ormas atau kelompok radikal dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan ideologi anti-Pancasila, provokasi, dan ujaran kebencian.

  • Kompetisi ruang publik digital
    Ormas harus mampu bersaing dalam menyampaikan pesan nilai dan program melalui kanal digital agar tidak kalah oleh kelompok yang hanya viral.

  • Pendanaan transparan
    Sumber dana ormas harus jelas agar tidak terindikasi agen luar yang ingin memanipulasi politik atau ideologi.


Strategi agar Ormas Tetap Relevan dan Beretika

Untuk tetap relevan dan selaras dengan Pancasila, ormas dapat mengambil langkah-langkah:

  1. Pendidikan nilai internal
    Selalu menginternalisasi nilai Pancasila dalam pelatihan kader, forum rutin, dan budaya organisasi.

  2. Akuntabilitas dan transparansi
    Terbuka dalam laporan keuangan dan aktivitas kepada anggota dan publik.

  3. Kolaborasi dan kemitraan
    Bermitra dengan pemerintah, media, lembaga pendidikan, atau ormas lain dalam program-program positif.

  4. Adaptasi teknologi
    Menggunakan media sosial, platform digital, aplikasi, dan inovasi komunikasi lain untuk menyebarkan nilai dan gerakan sosial.

  5. Pengawasan diri dan mekanisme disiplin internal
    Memiliki mekanisme pengaduan anggota, audit internal, kontrol lembaga independen di ormas itu sendiri.

  6. Respon cepat terhadap konflik internal atau eksternal
    Jika ada konflik, segera lakukan mediasi dan klarifikasi agar tidak jadi keretakan publik.

  7. Keterlibatan generasi muda
    Ormas perlu memberikan ruang besar bagi generasi muda agar organisasi tetap dinamis, inovatif, dan relevan.


Tantangan Regulasi dan Dinamika Hukum


Kritik terhadap Regulasi Ormas

Beberapa akademisi menyoroti bahwa regulasi Ormas kadang bersifat represif atau terlalu bersandar pada kontrol negara. Misalnya, keberadaan kewajiban ormas berasaskan Pancasila tunggal di satu sisi membatasi kebebasan ideologi.

Dalam tesis “Keberadaan Ormas berdasarkan asas Pancasila ditinjau dari perspektif HAM”, disebut bahwa regulasi yang mewajibkan asas tunggal Pancasila dapat menimbulkan konflik jika ormas berasaskan agama atau nilai lokal, sehingga perlu keseimbangan antara pengaturan negara dan kebebasan berorganisasi.


Implementasi dan Penegakan Hukum Ormas

Penegakan hukum ormas menghadapi kendala:

  • Tantangan administratif: proses evaluasi, pembekuan, pembubaran memerlukan prosedur panjang.

  • Keberatan hukum dan litigasi dari ormas atau pengurus yang ditindak.

  • Kelemahan aparat dalam mengawasi dan menindak ormas yang menyimpang.

  • Politisisasi tindakan pemerintah terhadap ormas sebagai alat kontrol kekuasaan.

Oleh karena itu, regulasi ideal hendaknya tidak bersifat represif, tetapi memberikan pedoman yang jelas dan mekanisme yang adil serta transparan.


Rekomendasi Kebijakan dan Praktik Ideal Ormas Berbasis Pancasila


Berikut beberapa saran agar hubungan antara Pancasila dan ormas semakin produktif:

  1. Revitalisasi Pendidikan Pancasila di Ormas
    Integrasikan pendidikan nilai Pancasila dalam kurikulum organisasi, pembinaan kader, dan pengembangan kapasitas anggota.

  2. Revisi Regulasi Ormas
    Lakukan evaluasi terhadap UU Ormas agar lebih fleksibel, demokratis, dan tidak sewenang-wenang dalam penegakan sanksi.

  3. Penguatan lembaga pengawas ormas independen
    Membentuk lembaga pengawas nonpartisan yang memantau kesesuaian ormas dengan Pancasila dan memberikan rekomendasi sanksi.

  4. Fasilitasi kerjasama antara ormas dan pemerintah
    Pemerintah harus membuka ruang kolaborasi sehingga ormas tidak selalu dihadapi dengan pendekatan koersif.

  5. Pemberdayaan ormas di daerah (grassroots)
    Dorong ormas lokal untuk tumbuh dengan kapasitas, akses dana, pelatihan, dan jaringan agar tidak berkutat di kota besar saja.

  6. Standar transparansi dan audit
    Ormas wajib menyusun laporan keuangan, aktivitas, dan pertanggungjawaban kepada publik agar tidak terjadi penyalahgunaan.

  7. Pemanfaatan teknologi dan inovasi komunikasi
    Ormas perlu adaptif terhadap perkembangan digital, agar tetap relevan, efektif, dan mampu menjangkau generasi muda.

  8. Dialog lintas ormas dan antar key stakeholders
    Fasilitasi forum dialog antar ormas yang berbeda latar (agama, suku, isu) untuk memperkuat toleransi dan kolaborasi.

  9. Sanksi proporsional dan edukatif
    Sanksi terhadap penyimpangan harus proporsional; selain hukuman, juga pendidikan dan koreksi agar ormas bisa kembali ke rel Pancasila.


Kesimpulan


Hubungan antara Pancasila dan organisasi masyarakat bersifat simbiosis. Pancasila sebagai dasar negara dan nilai hidup bangsa menjadi pijakan moral dan etika yang harus dijaga, sementara ormas menjadi alat nyata untuk menerjemahkan nilai-nilai Pancasila ke dalam tindakan di masyarakat.

Organisasi masyarakat memiliki potensi besar sebagai mitra negara, saluran partisipasi rakyat, dan agen perubahan sosial. Namun tantangan nyata—seperti penyimpangan nilai, konflik internal, ormas ekstremis, serta regulasi yang belum ideal—memerlukan perhatian serius.

Dengan regulasi yang adil, pengawasan transparan, pendidikan nilai yang konsisten, dan kemitraan konstruktif, ormas bisa menjadi kekuatan penting dalam menjaga keutuhan bangsa dan menjadikan Pancasila bukan hanya simbol, melainkan kenyataan hidup di tingkat akar rumput.


Recent Post