Pancasila dan Kebijakan Ekonomi

Diposting pada

Pancasila dan Kebijakan Ekonomi

Pancasila dan kebijakan ekonomi


Pendahuluan

Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia, tidak hanya dimaknai sebagai dasar falsafah hidup berbangsa dan bernegara, tetapi juga sebagai pijakan dalam merancang kebijakan publik, termasuk di ranah ekonomi.

Ketika kita bicara “Pancasila dan kebijakan ekonomi”, maka kita membahas bagaimana nilai-nilai Pancasila (lima sila) diterjemahkan ke dalam pola pengaturan ekonomi, baik melalui regulasi, lembaga negara, maupun praktik pembangunan.

Dalam era globalisasi, liberalisme, deregulasi pasar, serta tekanan struktur ekonomi global menjadikan tantangan besar bagi Indonesia untuk menjaga agar kebijakan ekonomi tetap berpijak pada Pancasila.

Oleh karena itu, pembahasan ini akan memperlihatkan bagaimana Pancasila menjadi landasan normatif untuk kebijakan ekonomi, bagaimana implementasi konkret telah dan sedang dilakukan, tantangan yang muncul, serta rekomendasi bagi pengembangan kebijakan ekonomi sesuai nilai Pancasila ke depan.


Landasan Filosofis dan Konstitusional Pancasila dalam Ekonomi


Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dan Ideologi Ekonomi

Pancasila bukan sekadar doktrin simbolis; Pancasila memiliki fungsi sebagai paradigma pembangunan nasional. Artinya, seluruh kebijakan negara, termasuk di bidang ekonomi, harus konsisten dengan nilai-nilai dasar Pancasila.

Secara historis, para pendiri negara memandang bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh mengabaikan aspek keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan bangsa.

Oleh karena itu, ketika kita menyusun kebijakan fiskal, moneter, maupun struktural, harus ada jembatan agar kebijakan tersebut tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan dan keadilan sosial.


Basis Konstitusional: Pasal 33 UUD 1945

Salah satu pijakan paling penting adalah Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”, dan bahwa “negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi kepentingan umum”.

Ketentuan ini menegaskan bahwa Indonesia memilih sistem ekonomi yang tidak sepenuhnya liberal maupun sosialis, melainkan cenderung ke sistem campuran dengan karakter khas berdasarkan Pancasila.

Pancasila secara operasional di bidang ekonomi menjadikan Pasal 33 sebagai rambu dasar kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam, industri strategis, dan hak atas modal milik publik.

Dengan demikian, setiap kebijakan ekonomi (pajak, subsidi, regulasi, investasi asing, dan lain-lain) sepatutnya diuji sejauh mana kesesuaiannya dengan nilai-nilai Pancasila dan ketentuan konstitusional.


Nilai-nilai Pancasila dalam Ekonomi

Agar dapat menjadi pedoman konkret, nilai-nilai Pancasila perlu diterjemahkan ke nilai ekonomi. Berikut beberapa penjabaran:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Kebijakan ekonomi harus menjunjung etika, moral, kejujuran, dan keadilan — tidak boleh mengorbankan manusia atau merusak lingkungan demi keuntungan semata.

  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Sistem ekonomi harus menghormati hak asasi manusia; misalnya melarang eksploitasi pekerja dan memperhatikan kesejahteraan sosial.

  3. Persatuan Indonesia: Kebijakan ekonomi harus menjaga keadilan antardaerah, menghindari dominasi satu wilayah atas wilayah lain, menjaga integrasi nasional.

  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Pengambilan keputusan ekonomi harus memperhatikan partisipasi publik, musyawarah/representasi, dan tidak bersifat otokratis.

  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Tujuan utama ekonomi adalah kemakmuran bersama, pengentasan kemiskinan, pemerataan, dan mengurangi kesenjangan.

Dengan nilai-nilai tersebut, kebijakan ekonomi yang hanya menekankan pertumbuhan tinggi tanpa memperhatikan aspek keadilan dan distribusi bisa dianggap tidak konsisten dengan Pancasila.


Konsep Sistem Ekonomi Pancasila


Pengertian dan Asal Gagasan

Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) adalah suatu konsep ekonomi yang mencoba mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem pasar, dengan pengawalan negara agar tidak terjadi dominasi pasar bebas mutlak maupun dominasi negara secara sentralistik penuh.

Istilah “ekonomi Pancasila” pertama kali dikenalkan oleh Emil Salim tahun 1967. Kemudian, para ekonom seperti Mubyarto dan Boediono mengembangkannya lebih jauh.

Intinya, SEP berada di “jalur tengah” — bukan kapitalisme ekstrim, bukan sosialis total — melainkan sistem ekonomi campuran dengan nilai-nilai kerakyatan, kekeluargaan, keadilan, dan pengawasan sosial.


Prinsip-Prinsip Sistem Ekonomi Pancasila

Beberapa prinsip dasar SEP, sebagaimana dikembangkan dalam kajian ekonomi dan kebijakan publik, antara lain:

  • Dorongan ekonomi, moral, dan sosial — perekonomian tidak hanya digerakkan oleh pasar, tetapi juga oleh moral masyarakat dan intervensi negara agar tidak terjadi ketimpangan.

  • Pemerataan sosial — kebijakan harus memprioritaskan pemerataan kekayaan dan pengurangan kesenjangan.

  • Nasionalisme ekonomi — kedaulatan ekonomi penting; penguasaan atas sumber daya alam dan industri strategis harus berada dalam kerangka kepentingan nasional.

  • Demokrasi ekonomi / kerakyatan — partisipasi rakyat dalam ekonomi, penghargaan terhadap usaha mikro, kecil, dan koperasi.

  • Keseimbangan efisiensi dan keadilan — kebijakan ekonomi harus mencari keseimbangan antara efisiensi pasar dan distribusi yang adil.

  • Desentralisasi & otonomi daerah — agar pembangunan lebih merata, pengambilan keputusan ekonomi tidak terlalu tersentralisasi.


Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila

Beberapa ciri khas sistem ini menjadi pembeda dari sistem kapitalis atau sosialis:

  1. Peran negara & swasta yang seimbang
    Negara memiliki fungsi regulasi, perencanaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap sektor strategis. Namun, swasta tetap diberi ruang luas untuk berinovasi dan berkembang, asalkan tidak merugikan kepentingan umum.

  2. Kepemilikan bersama atas faktor produksi strategis
    Harta alam dan industri strategis disikapi sebagai milik bersama yang pengelolaannya berada di tangan negara atau badan publik.

  3. Partisipasi rakyat dan kontrol sosial
    Masyarakat diberi ruang untuk ikut mengawasi dan memberi masukan atas jalannya ekonomi — semacam kendali sosial agar kebijakan tidak menyimpang.

  4. Pembangunan yang merata antar-wilayah
    Kebijakan tidak hanya fokus di Jawa atau kota besar, tetapi memperhatikan daerah terpencil agar tidak tertinggal.

  5. Orientasi manusia & kesejahteraan
    Pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan sekadar angka PDB.

Dalam rangka mewujudkan ciri-ciri ini, kebijakan ekonomi harus dirancang dengan kerangka nilai Pancasila sebagai filter utama.


Implementasi Kebijakan Ekonomi Berdasarkan Nilai Pancasila


Setelah kita memahami landasan dan konsep, pertanyaan berikutnya: bagaimana realitas kebijakan ekonomi Indonesia yang “selaras Pancasila”? Di bawah ini beberapa implementasi dan contoh nyata, serta evaluasi terhadap capaian dan kekurangannya.


Kebijakan Koperasi dan Pemberdayaan UMKM

Salah satu wujud nyata ekonomi Pancasila adalah penghargaan terhadap koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah sering memberikan insentif, pelatihan, subsidi, dan kemudahan regulasi agar usaha kecil bisa tumbuh dan berkontribusi dalam pemerataan ekonomi.

Peran koperasi sangat terkait dengan semangat kerakyatan dan kekeluargaan dalam Pancasila. Bung Hatta sendiri di masa awal kemerdekaan menekankan koperasi sebagai lembaga ekonomi berbasis gotong royong dan kebersamaan.


Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas

Dalam rangka mewujudkan persatuan dan pemerataan wilayah, pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, telekomunikasi) ke daerah-daerah yang tertinggal. Hal ini agar akses ekonomi merata, dan tidak hanya terpusat di pulau Jawa atau kota besar.

Kita dapat melihat bahwa aspek ini adalah implementasi nilai Persatuan Indonesia dan Keadilan Sosial: agar daerah terpencil ikut tumbuh dan tidak tertinggal.


Regulasi Sumber Daya Alam dan Industri Strategis

Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 dan nilai nasionalisme ekonomi, kebijakan pengelolaan sumber daya alam (minyak, gas, pertambangan, hutan, air) seringkali diarahkan agar negara memiliki kontrol atau ikut serta dalam pengelolaan, agar manfaatnya tak hanya dinikmati kelompok tertentu.

Misalnya, di sektor migas atau tambang, aturan pemanfaatan wajib memberikan bagian bagi negara atau daerah. Demikian pula, sebagian industri strategis dibatasi kepemilikan asing untuk menjaga kedaulatan ekonomi.


Kebijakan Pajak, Subsidi, dan Perlindungan Sosial

Kebijakan fiskal dan redistribusi (melalui pajak progresif, subsidi, dan jaring pengaman sosial) adalah instrumen penting agar pertumbuhan ekonomi juga membawa manfaat ke seluruh lapisan masyarakat.

Contoh konkret: subsidi BBM, bantuan langsung tunai (BLT), program perlindungan sosial seperti program keluarga harapan, jaminan kesehatan, dll. Kebijakan-kebijakan ini adalah manifestasi dari nilai keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab.


Kebijakan Moneter & Stabilitas Makro

Negara melalui Bank Sentral (BI) dan kebijakan moneter perlu menjaga inflasi, nilai tukar, stabilitas finansial, agar rakyat kecil tidak terlalu dibebani. Namun, dalam kerangka Pancasila, kebijakan moneter tidak bisa hanya mengejar stabilitas harga, tetapi juga memperhatikan dampak pada pertumbuhan dan pemerataan sosial. (Menolak pandangan yang terlalu sempit bahwa inflasi rendah adalah satu-satunya tujuan.)


Contoh Kebijakan Spesifik dalam Praktik

  • Pemerintah sering menetapkan daerah prioritas pembangunan (termasuk daerah tertinggal) melalui APBN untuk mengejar pemerataan.

  • Dorongan ekspor produk lokal, insentif industri dalam negeri, untuk menghindari ketergantungan impor (nasionalisme ekonomi).

  • Kebijakan energi terbarukan dan perlindungan lingkungan, agar pembangunan ekonomi tidak merusak alam — sejalan nilai kemanusiaan dan keadilan intergenerasional.

  • Kebijakan digitalisasi usaha mikro dan inklusivitas keuangan (fintech, inklusi keuangan) agar akses ke layanan keuangan menyentuh masyarakat di pinggiran.


Evaluasi Realisasi dan Kendala


Implementasi kebijakan ekonomi yang ideal berdasarkan Pancasila tidaklah mudah. Ada beberapa capaian dan, tentu saja, tantangan yang harus dihadapi.


Capaian Positif

  1. Peningkatan peran UMKM dan koperasi
    Dukungan pemerintah terhadap UMKM sudah semakin intensif, termasuk melalui program pelatihan, kredit mikro, digitalisasi usaha, dan jaringan pemasaran.

  2. Pembangunan infrastruktur wilayah timur & daerah tertinggal
    Beberapa wilayah perbatasan dan daerah terpencil telah mendapatkan akses jalan, listrik, dan konektivitas yang sebelumnya sangat terbatas.

  3. Perluasan jaring pengaman sosial
    Program perlindungan sosial semakin luas dijangkau, dan kebijakan redistribusi telah menyentuh kelompok rentan.

  4. Desentralisasi dan otonomi daerah
    Pemberian otonomi daerah dan pembagian sumber daya fiskal memberikan ruang kepada daerah untuk mengembangkan ekonomi lokal sesuai potensi.

Meskipun demikian, capaian tersebut belum sepenuhnya mewujudkan cita-cita ekonomi Pancasila secara menyeluruh.


Kendala dan Tantangan

  1. Dominasi pasar liberal dan neoliberalisme global
    Tekanan eksternal dan arus liberalisasi pasar (bebas perdagangan, investasi asing) seringkali memaksa Indonesia mengikuti pola ekonomi global yang kadang bertentangan dengan semangat Pancasila.

  2. Kesenjangan antar-wilayah yang masih tinggi
    Meskipun ada pembangunan infrastruktur, disparitas ekonomi antar provinsi masih tajam, terutama antara Jawa dan luar Jawa.

  3. Konsentrasi kekayaan dan korporasi besar
    Kekayaan dan modal masih terpusat di segelintir elite ekonomi, dan dominasi perusahaan besar sulit diimbangi oleh usaha kecil. Ini bertentangan dengan keadilan sosial.

  4. Korupsi, birokrasi dan lemahnya pengawasan
    Kebijakan yang baik bisa tersandung karena korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau lemahnya pengawasan sosial. Nilai Pancasila dalam ekonomi (jujur, etis) seringkali gagal ditegakkan di praktik.

  5. Ketidakselarasan kebijakan sektoral
    Beberapa kebijakan di bidang investasi, ekspor-impor, dan sektor tertentu terkadang lebih mengutamakan pertumbuhan jangka pendek daripada pemerataan jangka panjang.

  6. Tantangan globalisasi dan teknologi
    Di era digital, persaingan global makin tajam; dominasi platform asing, disrupsi teknologi, serta tekanan modal asing bisa melemahkan nilai lokal dan semangat kerakyatan.

  7. Rendahnya kualitas SDM dan kelembagaan lokal
    Beberapa daerah tidak memiliki kapasitas institusional memadai untuk mengelola kebijakan ekonomi sesuai dengan nilai Pancasila, termasuk kapasitas perencanaan, keuangan, dan pemantauan.


Analisis Gap antara Harapan dan Realita

Berdasarkan beberapa kajian, pengelolaan ekonomi Indonesia saat ini masih jauh dari cita-cita ekonomi Pancasila. Angka kemiskinan, kesenjangan pendapatan, kekayaan terkonsentrasi, disparitas antar wilayah masih menjadi bukti nyata bahwa transformasi nilai Pancasila ke dalam praktik ekonomi belum memuaskan.

Artinya, meskipun secara retorik nilai Pancasila dijadikan dasar, implementasi kebijakan ekonomi masih sering bergeser ke orientasi pragmatis pertumbuhan atau kepentingan global — yang kadang mengabaikan aspek keadilan sosial dan pemerataan.


Rekomendasi dan Arah Kebijakan Ekonomi Pancasila ke Depan


Untuk memperkuat konsistensi antara Pancasila dan kebijakan ekonomi ke depan, berikut beberapa rekomendasi strategis.


Legislasi Ekonomi Pancasila (Undang-Undang Khusus)

Agar nilai-nilai Pancasila tidak hanya menjadi slogan, perlu disusun UU ekonomi Pancasila yang mengikat, sebagai rujukan dalam penyusunan semua kebijakan ekonomi (fiskal, moneter, investasi, dan lain-lain). Beberapa literatur mengusulkan Pancasila Economic System Act agar prinsip ekonomi Pancasila diberi payung hukum formal.


Penguatan Lembaga Pengawasan dan Partisipasi Publik

Untuk mencegah kebijakan menyimpang, lembaga pengawasan independen yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi non-pemerintah harus diperkuat. Mekanisme transparansi dan akuntabilitas harus menjadi basis dalam pengambilan kebijakan ekonomi.


Prioritas pada Pembangunan Daerah Tertinggal

Pemerintah pusat perlu memberi prioritas alokasi dana lebih besar kepada daerah tertinggal dan kawasan perbatasan agar disparitas antardaerah bisa dikurangi. Seiring dengan itu, kapasitas daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan harus ditingkatkan agar dana tersebut efektif.


Kebijakan Industri Berbasis Nilai Tambah Lokal

Alih-alih impor bahan baku, kebijakan industri harus diarahkan agar nilai tambah dilakukan di dalam negeri. Hal ini memperkuat kemandirian ekonomi dan membantu menyebarkan manfaat kepada banyak orang.


Reformasi Pajak dan Redistribusi

Desain sistem pajak yang lebih progresif, basis pajak yang luas, serta penggunaan hasil pajak untuk program redistribusi sosial harus menjadi fokus. Juga diperlukan kebijakan subsidi yang tepat sasaran agar tidak membebani APBN secara berlebihan.


Digitalisasi Inklusi dan Ekonomi Lokal

Mendorong transformasi digital di UMKM agar bisa bersaing secara nasional maupun global, tanpa harus bergantung ke platform asing. Teknologi lokal dan sistem ekosistem digital Indonesia perlu dikembangkan — ini adalah aspek baru agar nilai Pancasila tetap relevan di era digital.


Pendidikan Nilai Ekonomi Pancasila

Pendidikan formal dan nonformal perlu menanamkan pemahaman bahwa ekonomi adalah alat untuk kesejahteraan bersama, bukan kepentingan individu semata. Generasi muda perlu dibekali literasi ekonomi Pancasila agar mereka menjadi pelaku ekonomi yang bertanggung jawab.


Kebijakan Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan

Nilai kemanusiaan dan keadilan juga mencakup generasi mendatang. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi harus memperhitungkan aspek lingkungan, mitigasi perubahan iklim, dan kelestarian alam agar pembangunan tidak merusak alam dan menyengsarakan generasi mendatang.


Simpulan


Pancasila dan kebijakan ekonomi harus berjalan beriringan: nilai-nilai Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan Sosial) harus dijadikan filter dan landasan dalam setiap desain kebijakan ekonomi.

Konsep Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) mencoba merumuskan sistem campuran khas Indonesia yang menghindari liberalisme mutlak maupun sosialis ekstrem.

Dalam praktiknya, Indonesia telah melakukan berbagai upaya — dukungan UMKM, pembangunan infrastruktur, pengaturan sumber daya alam, kebijakan fiskal redistributif — sebagai wujud ekonomi Pancasila. Namun, tantangan besar tetap ada: dominasi modal besar, ketimpangan antar wilayah, tekanan liberalisasi global, dan korupsi.

Ke depan, agar nilai Pancasila lebih nyata dalam ekonomi, perlu langkah-langkah strategis seperti legislasi khusus, penguatan lembaga kontrol, pembangunan wilayah tertinggal, digitalisasi inklusif, dan pendidikan nilai ekonomi Pancasila.

Hanya dengan kesungguhan dan konsistensi, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita kemakmuran bersama sesuai landasan Pancasila.


Recent Post