Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908

Diposting pada

Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908 : Pada kesempatan kali ini ppkn.co.id akan memberikan ulasan mengenai Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908, yuk simak dibawah ini :


Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908


Tanpa upaya bangkit dari penjajahan dan melepaskan diri, negara Indonesia bukanlah negara merdeka dan merdeka saat ini.

Penjajah Belanda mampu memerintah negara Indonesia untuk waktu yang lama karena negara Indonesia dengan mudah terpecah dan perjuangan yang diperjuangkan secara inheren bersifat regional.

Namun kesadaran masyarakat nusantara yang bangkit dari penjajahan mulai bangkit.

Masa yang dikenal sebagai kebangkitan rakyat mulai muncul dengan lahirnya generasi muda yang terpelajar dan khawatir akan kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun 1908, muncullah Boedi Oetomo, organisasi nasional pertama yang mematahkan semangat kebangkitan bangsa Indonesia akibat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Tapi tahukah Anda situasi negara Indonesia sebelum tahun 1908?

Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908


Situasi di Indonesia sebelum 1908

Seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, negara-negara Eropa melakukan ekspedisi pada abad ke-15 untuk mencari sumber ekonomi baru di seluruh dunia.

Pencarian sumber ekonomi baru ini karena rusaknya ekonomi Eropa akibat perang dan perkembangan teknologi perkapalan.

Melalui ekspedisi ini, orang Eropa menemukan sumber ekonomi dan lahan baru untuk berdagang.

Belakangan diketahui bahwa orang Eropa tidak hanya berdagang, mereka mendominasi dan menjajah apa yang dianggap sebagai negara yang baru ditemukan.

Penderitaan rakyat Nusantara

Awal mula penjajahan Belanda di Indonesia terkait dengan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602.

Berbagai bentuk kekerasan menimpa masyarakat nusantara yang menimbulkan penderitaan di berbagai aspek kehidupan mereka.

Beberapa peraturan kolonial Belanda yang melanda masyarakat nusantara yaitu:

Politik Adu Domba

VOC menempuh kebijakan devide et impera yaitu bertempur atau bertikai antar kerajaan dalam satu kerajaan di berbagai wilayah nusantara.

Politik pertempuran melemahkan kerajaan Indonesia dan merusak semua aspek kehidupan masyarakat nusantara.

Pekerjaan Rodi

Rakyat nusantara semakin menderita ketika Daendels berkuasa (1808-1811). Penerapan kerja paksa (Rodi) untuk membangun jalan di sepanjang Pulau Jawa (Anie-Panalkan) semakin menyengsarakan rakyat.

Penanaman paksa

Penderitaan berlanjut saat Belanda melakukan Cultuurstelsel. Aturan budidaya diberlakukan pada tahun 1828 oleh Gubernur Van den Bosch dari Hindia Belanda.

Sistem budidayanya mewajibkan masyarakat untuk bercocok tanam di ladangnya sesuai dengan ketentuan Pemerintah Hindia Belanda.

Hasil tanam paksa diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Akibat dari penanaman paksa, orang-orang dieksploitasi dan kekayaannya jatuh miskin.

Meskipun penjajah memperoleh kekayaan melimpah dari nusantara dan membangun provinsi Belanda menjadi kaya di Eropa.


Ulama Nusantara dan Resistensi Bangsawan

Penderitaan rakyat nusantara telah melahirkan benih-benih perlawanan di berbagai daerah. Perang melawan penjajah dipimpin oleh para sarjana dan bangsawan.

Antara lain: ulama nusantara atau bangsawan yang memimpin perang melawan penjajah:

  • Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan
  • Sultan Agen Tirta Yasa Banteng
  • Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat
  • Pangerandi Ponegoro di Jawa Tengah

Namun perjuangan tersebut tidak berhasil karena bersifat kedaerahan dan tidak diorganisir secara modern.

Penderitaan politik rakyat Nusantara akibat Budi dilakukan orang-orang Belanda yang tinggal atau bertempat tinggal di Nusantara.

  • Baron van Huber
  • Edward Douwes Decker
  • Tuan Vendée venter

Edward Douwes Dekker, panggilan akrab Multatuli, menulis buku Max Havelaar pada tahun 1860. Menggambarkan penderitaan masyarakat Lebak di Banten akibat penjajahan Hindia Belanda.

Tuan Van Deventer telah menyalurkan pemikirannya supaya pemerintahan Belanda mengimplementasikan politik “Politik Etische” yang saling menguntungkan. Politik resiprokal terdiri dari tiga program.

  • pendidikan
  • Emigrasi
  • Irigasi

Pemerintah Belanda akhirnya menerapkan kebijakan pulang pergi atas permintaan berbagai pemangku kepentingan.

Namun politik gerak balas budi itu tidak buat kepentingan seluruh rakyat Indonesia, tetapi buat kepentingan pemerintahan Hindia Belanda.

Seprti halnya tanggapan Budi terhadap politik untuk kepentingan Pemerintah Hindia Belanda:

  • Irigasi untuk irigasi perkebunan milik Belanda.
  • Pembangunan sekolah (pendidikan) untuk menyediakan tenaga kerja terampil dan murah.

Namun di sisi lain, pembangunan sekolah di nusantara berdampak positif bagi kemunculan masyarakat Indonesia dan terpelajar.

Masyarakat terpelajar ini mulai memahami dan mengenali kondisi masyarakat nusantara yang sebenarnya. Orang-orang nusantara bodoh, miskin dan negatif dimana-mana.

Mereka yang terpelajar dan mengetahui nasib masyarakat nusantara kemudian menjadi kebangkitan rakyat.

Baca Juga:

Demikianlah ulasan dari ppkn.co.id mengenai Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908, semoga bisa bermanfaat.