Gig Economy di Indonesia: Tren, Peluang dan Tantangan (3 Tahun Terakhir)

Diposting pada

Gig Economy di Indonesia

gig economy di Indonesia


Pendahuluan


Istilah gig economy merujuk pada model kerja yang fleksibel, di mana individu mendapatkan pendapatan melalui tugas-tugas singkat atau proyek-sementara – seringkali melalui platform digital—daripada pekerjaan tetap tradisional dengan kontrak jangka panjang. Model ini semakin menonjol di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, tiga tahun terakhir (sekitar 2021-2025) menunjukkan perubahan signifikan dalam fenomena ini: dari peran teknologi digital, perubahan pola kerja, hingga regulasi yang mulai menyesuaikan.

Artikel ini akan membedah perkembangan gig economy di Indonesia: definisi, ukuran pasar, peluang, tantangan, serta prospek ke depan—dengan fokus pada data 3 tahun terakhir sebanyak mungkin.


Apa itu Gig Economy?


Definisi dan karakteristik

“Gig economy” adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan struktur pasar tenaga kerja di mana pekerja melakukan pekerjaan sementara (gigs) atau proyek-pendek, bukan pekerjaan tetap tradisional.

Pekerja “gig” (gig worker) bisa berupa kurir ojek online, pengemudi ride-hailing, freelancer digital, asisten rumah tangga harian, hingga pengisi tugas via aplikasi. Karakteristik utama: fleksibilitas waktu, kontrak jangka pendek atau berdasarkan tugas, penggunaan platform digital sebagai mediator.

Sebagai contoh, riset menyebut bahwa pekerjaan lepas, asisten rumah tangga, kurir dan penyedia jasa lainnya merupakan bagian dari ekonomi digital yang berkembang di Indonesia.


Mengapa menjadi penting sekarang?

Beberapa faktor yang mendorong kenaikan gig economy di Indonesia antara lain:

  • Teknologi digital yang semakin berkembang (aplikasi ride-hailing, platform kurir, marketplace) sehingga memudahkan konektivitas antara penyedia layanan dan konsumen.

  • Kebutuhan fleksibilitas kerja, baik dari sisi pekerja yang ingin waktu dan jenis kerja lebih bebas, maupun dari perusahaan/platform yang ingin mengatur biaya tenaga kerja sesuai beban kerja.

  • Situasi ekonomi yang menuntut diversifikasi pendapatan bagi banyak orang, terutama kelas menengah atau pekerja yang terdampak oleh dinamika ekonomi tradisional.


Ukuran dan Perkembangan Gig Economy di Indonesia (3 Tahun Terakhir)


Data dan tren jumlah pekerja gig

  • Pada Februari 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 46,47 juta orang pekerja lepas atau gig worker di Indonesia, yang setara dengan sekitar 32 % dari angkatan kerja nasional (~146,62 juta) pada waktu itu.

  • Sumber lain menyebut bahwa gig economy di Indonesia mulai dari sekitar 19,2 % pada 2019 lalu naik menjadi 21,8 % dari tenaga kerja pada 2023.

  • Sebuah analisis menyebut bahwa ekonomi platform (gig) di Indonesia menyumbang minimal US$ 7 miliar.


Tren dan perubahan selama 3 tahun terakhir (2021-2024)

  • Dengan akselerasi ekonomi digital, pekerja gig meningkat tidak hanya secara jumlah tetapi juga dari jenis pekerjaan (misalnya logistik, kurir, layanan rumah tangga, freelancer digital) yang semakin terdigitalisasi.

  • Platform-besar seperti Gojek dan Grab memainkan peran penting dalam peningkatan pekerjaan gig di sektor transportasi/logistik. Namun di sisi lain, ada tekanan terhadap penghasilan pekerja karena penurunan insentif atau tarif.


Segmentasi jenis pekerjaan gig

Beberapa jenis pekerjaan gig yang umum di Indonesia:

  • Transportasi dan logistik (ojek online, kurir barang)

  • Layanan rumah tangga atau bantuan harian

  • Freelancer digital (desain grafis, penulisan, pemasaran digital)

  • E-commerce seller atau individu yang menyediakan layanan berbasis platform
    Penelitian menunjukkan bahwa pekerja gig sangat heterogen: mulai dari pekerja berpendidikan hingga yang hanya memiliki pendidikan menengah.


Peluang dan Manfaat Gig Economy


Peluang bagi pekerja

  • Fleksibilitas waktu: Pekerja gig bisa memilih kapan dan seberapa sering mereka bekerja. Ini memberikan kesempatan bagi pelajar, ibu rumah tangga, atau pekerja paruh waktu.

  • Sumber pendapatan tambahan: Bagi banyak orang, gig economy menjadi opsi untuk mendapatkan penghasilan tambahan selain pekerjaan utama—terutama dalam kondisi ekonomi yang menantang.

  • Akses teknologi dan pasar yang lebih luas: Platform digital memungkinkan pekerja masuk ke pasar yang sebelumnya sulit dijangkau (misalnya layanan antar kota, marketplace freelance)


Peluang bagi ekonomi dan platform

  • Gig economy membantu mempercepat inklusi tenaga kerja ke dalam ekonomi digital, sehingga membantu dinamika ekonomi nasional yang semakin bergeser ke sektor jasa dan digital.

  • Platform-bisnis mendapatkan fleksibilitas operasional—mereka dapat menyesuaikan tenaga kerja berdasarkan permintaan, sehingga efisiensi meningkat.

  • Dari perspektif ekonomi makro, gig economy membantu menyerap tenaga kerja yang mungkin sulit ditempatkan dalam pekerjaan tetap tradisional, dan memberikan alternatif ketika ekonomi formal menurun.


Tantangan dan Risiko Gig Economy


Stabilitas dan perlindungan pekerja

  • Walaupun fleksibel, pekerjaan gig sering kali tidak memiliki jaminan sosial, kontrak jangka panjang, atau perlindungan hak pekerja seperti upah minimum, asuransi, cuti, atau pensiun.

  • Ada risiko pendapatan yang fluktuatif—beberapa pekerja gig mungkin bekerja banyak jam untuk memperoleh penghasilan layak sementara di sisi lain jam kerja bisa sangat tidak menentu.

  • Sebagian riset menyebut bahwa gig economy bisa menjadi “paradoks fleksibilitas”: sementara tampak memberi kebebasan, kenyataannya pekerja mungkin terikat oleh tuntutan volume kerja, rating platform, dan persaingan yang tinggi.


Regulasi dan status pekerjaan

  • Status hukum pekerja gig di Indonesia masih dalam perdebatan: apakah dianggap sebagai “pekerja tetap”, “tenaga kerja lepas”, atau “mitra/kontraktor”. Hal ini mempengaruhi hak-hak dasar seperti PHK, upah minimum, jaminan sosial.

  • Regulasi yang ada belum sepenuhnya memformalkan perlindungan bagi pekerja platform, sehingga banyak pekerja gig yang berada di sektor informal tanpa kontrak yang jelas.

  • Tantangan untuk pemerintah termasuk bagaimana mengawasi platform digital, memastikan data pekerja, dan menetapkan standar yang adil tanpa menghambat inovasi.


Kualitas pekerjaan dan implikasi sosial

  • Kualitas pekerjaan gig belum selalu setara dengan pekerjaan formal: misalnya jam kerja panjang untuk mendapatkan penghasilan layak, atau kondisi kerja yang menuntut tanpa perlindungan memadai.

  • Dari sisi sosial, dengan banyak pekerja yang memilih gig sebagai pekerjaan utama, muncul pertanyaan terhadap stabilitas karier jangka panjang, pengembangan keterampilan, dan status sosial pekerja.

  • Perlu perhatian terhadap dampak jangka panjang: misalnya jika terlalu banyak tenaga kerja berpindah ke gig economy, bagaimana dampaknya pada sistem pensiun, kesehatan masyarakat, dan struktur ketenagakerjaan nasional.


Kebijakan dan Regulasi di Indonesia


Kerangka regulasi terkini

  • Pada 21 Maret 2023, antaranya melalui (UU Cipta Kerja 2023) yang memuat klaster ketenagakerjaan.

  • Pemerintah melalui riset kebijakan pekerja gig mendorong adanya “naskah kebijakan pengelolaan pekerja gig” yang menekankan perlindungan, inklusi sosial, serta pengembangan kapasitas pekerja gig.


Tantangan bagi pembuat kebijakan

  • Regulasi harus menyeimbangkan antara inovasi platform digital dan perlindungan pekerja: terlalu kaku bisa menghambat platform, terlalu longgar bisa membuat pekerja rentan.

  • Banyak pekerja gig belum terdaftar secara formal, data mereka tersebar dalam platform-platform berbeda. Hal ini menyulitkan pelaksanaan perlindungan sosial publik atau jaminan ketenagakerjaan.

  • Pemerintah perlu merumuskan kebijakan inklusif yang mencakup: jaminan sosial, pelatihan ulang (reskilling), keadilan upah, serta integrasi pekerja gig ke dalam ekonomi formal.


Prospek dan Strategi ke Depan


Tren yang akan datang

  • Dengan digitalisasi yang terus berkembang, serta percepatan ekonomi berbasis platform, peran gig economy diperkirakan akan bertambah baik dari sisi jumlah pekerja maupun dari jenis layanan yang ditawarkan.

  • Pekerja gig juga berpotensi beralih ke bidang-baru seperti “green jobs” (pekerjaan ramah lingkungan) atau layanan berbasis teknologi baru, seperti ekonomi berbagi (sharing economy) atau layanan berbasis IoT.

  • Dari sisi platform dan bisnis, akan ada peningkatan kompetisi, diversifikasi layanan tertentu (contoh: layanan logistik khusus, layanan kesehatan/rumah, freelance digital global) dan sambungan lintas-negara.


Strategi untuk pekerja, platform dan pembuat kebijakan

Untuk pekerja:

  • Tingkatkan kapasitas dan keterampilan digital agar tidak terjebak dalam pekerjaan gig yang sangat rutinitas dan mudah digantikan.

  • Manfaatkan fleksibilitas gig untuk memperoleh pendapatan tambahan, tetapi tetap pertimbangkan jangka panjang: alokasikan tabungan, dan pikirkan perlindungan sosial seperti asuransi pribadi.
    Untuk platform dan perusahaan:

  • Ciptakan model kerja yang adil: misalnya transparansi tarif/komisi, sistem rating yang adil, jaminan minimum atau insentif yang wajar.

  • Integrasikan pekerja ke dalam sistem yang memungkinkan pengembangan profesional, bukan hanya “pekerja tugas singkat” tanpa jalan naik.
    Untuk pemerintah dan pembuat kebijakan:

  • Kembangkan regulasi yang mengakomodasi realitas gig economy: perlindungan pekerja, pengklasifikasian yang jelas, jaminan sosial, penyusunan data nasional pekerja platform.

  • Dorong inklusi ke dalam ekonomi formal tanpa menghilangkan fleksibilitas yang menjadi daya tarik gig economy.

  • Kerjasama dengan platform untuk menciptakan mekanisme pelaporan pekerja, pendapatan, dan data pasar agar kebijakan bisa lebih tepat sasaran.


Kesimpulan


Gig economy di Indonesia dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan signifikan dan peran yang semakin penting dalam struktur ketenagakerjaan nasional. Dengan sekitar puluhan juta pekerja gig (sekitar 30-32 % angkatan kerja per 2023) dan kontribusi ekonomi yang tidak kecil, fenomena ini tidak bisa diabaikan.

Namun, bersama peluang besar muncul tantangan besar: perlindungan pekerja, stabilitas pendapatan, regulasi yang kompleks, dan kualitas pekerjaan yang belum optimal.

Untuk memaksimalkan manfaat gig economy sebagai bagian dari strategi pembangunan tenaga kerja dan ekonomi Indonesia, semua pihak—pekerja, platform, pemerintah – harus bergerak sinergis: pekerja harus adaptif dan proaktif, platform harus bertanggungjawab sosial, dan pemerintah harus menghadirkan kerangka regulasi yang inklusif dan adaptif.

Dengan demikian, gig economy bukan sekadar solusi sementara untuk menambal kekurangan pekerjaan formal, melainkan bisa menjadi aset strategis dalam pengembangan human capital Indonesia jika dikelola dengan baik.


Recent Post