Ekonomi Informal di Indonesia

Pendahuluan
Ekonomi informal di Indonesia merupakan salah satu komponen besar yang sering “tersembunyi” dalam aktivitas ekonomi resmi – namun memainkan peran yang krusial dalam menyerap tenaga kerja, menjaga daya beli masyarakat, dan menopang kehidupan seharihari jutaan orang.
Artikel ini akan mengajak Anda menelusuri berbagai aspek tentang ekonomi informal di Indonesia dalam tiga tahun terakhir (sekitar 2022-2025), mencakup definisi, data terkini, faktor penggerak, tantangan, dan peluang ke depan.
Dengan memahami sektor ini secara mendalam, kita bisa melihat bagaimana kebijakan, teknologi, dan perubahan sosial membentuk masa depan ekonomi informal sebagai bagian dari pembangunan inklusif.
Sedikit catatan: artikel dirancang untuk pembaca remaja hingga dewasa, namun dengan gaya penyampaian yang cukup formal agar cocok untuk digunakan sebagai modul atau bahan diskusi universitas.
Apa Itu Ekonomi Informal?
Definisi dan Karakteristik
Sektor ekonomi informal merujuk pada aktivitas ekonomi yang tidak sepenuhnya tercatat dalam sistem resmi — misalnya usaha kecil yang tidak memiliki izin formal, pekerja tanpa kontrak tetap, pedagang kaki lima, pekerja lepas, dan lainlain.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pekerja informal adalah mereka yang bekerja tanpa jaminan sosial formal atau kontrak kerja tetap dan/atau mereka yang memiliki usaha sendiri tanpa karyawan dengan perlindungan sosial formal.
Karakteristik utama sektor informal antara lain:
-
Usaha atau pekerjaan skala kecil, sering berbasis rumahan, mikro, atau kegiatan sektor jasa/trader tradisional.
-
Tidak terlindungi atau hanya sebagian terlindungi oleh sistem perlindungan tenaga kerja formal (asuransi, jaminan sosial).
-
Rentan terhadap fluktuasi ekonomi, perubahan regulasi, teknologi, atau kondisi makro eksternal.
-
Sering berada di kawasan perkotaan maupun pedesaan, namun prevalensi di pedesaan cenderung lebih tinggi.
Mengapa Sektor Informal Penting?
Meskipun sering dianggap “tidak resmi”, sektor informal menyimpan beberapa fungsi strategis:
-
Penyerap tenaga kerja yang besar — mengurangi potensi pengangguran. Misalnya, pada Februari 2024, proporsi pekerja informal di Indonesia mencapai 59,17 % dari total pekerja (≈ 84,13 juta orang).
-
Penahan dampak negatif ekonomi — ketika sektor formal melemah, sektor informal seringkali menjadi “tempat bertahan” bagi pekerja.
-
Sumber aktivitas ekonomi lokal yang dinamis — pedagang kaki lima, usaha mikro, layanan informal — yang memperkuat ekosistem ekonomi rumahan dan masyarakat.
-
Potensi untuk inklusi ekonomi — bagi mereka yang selama ini berada di sisi pinggiran ekonomi formal.
Kondisi Terkini Sektor Informal di Indonesia (2022–2025)
Tren Data dan Angka Terbaru
Berikut beberapa data terbaru yang menggambarkan kondisi sektor informal:
-
Pada Februari 2024, jumlah pekerja sektor informal di Indonesia naik menjadi 84,13 juta orang atau setara dengan 59,17 % dari total pekerja.
-
Pada laporan kuartal I/2025, disebutkan bahwa proporsi pekerja di sektor informal kembali naik.
-
Menurut publikasi dari Universitas Airlangga, data dari 2018 hingga 2023 menunjukkan bahwa di pedesaan proporsi pekerja informal rata-rata di atas 50 %, jauh lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (~40 %).
-
Menurut laporan media, sektor informal menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional, misalnya dalam laporan bahwa sektor informal turut mendukung pertumbuhan ekonomi RI tumbuh 5,12 % pada kuartal II/2025.

Analisis: Apa Artinya?
Dari data di atas, beberapa poin penting dapat ditarik:
-
Dominasi yang besar – Dengan > 50% pekerja berada di sektor informal, maka ini bukan segmen kecil tetapi mayoritas dari angkatan kerja.
-
Kenaikan selama periode tertentu – Meskipun sektor formal sering digenjot, ternyata sektor informal tetap tumbuh baik dalam jumlah absolut maupun proporsi.
-
Ketimpangan kota-desa – Karena pedesaan memiliki proporsi pekerja informal lebih tinggi, maka pembangunan berbasis inklusi di pedesaan menjadi sangat penting.
-
Peran dalam pertumbuhan ekonomi – Meski tersembunyi, sektor informal ikut mendorong roda ekonomi nasional — sebuah indikasi bahwa tidak semua peluang ekonomi datang dari sektor besar/formal saja.
Segmentasi: Siapa yang Terlibat?
Beberapa karakteristik pekerja atau pelaku sektor informal:
-
Usia muda hingga matang—banyak generasi muda yang masuk ke pekerjaan informal karena fleksibilitas atau kurangnya lowongan formal.
-
Pendidikan variatif—banyak dari mereka memiliki pendidikan dasar atau menengah, tapi karena peluang formal terbatas mereka memilih informal.
-
Tipe pekerjaan: pedagang kaki lima, usaha mikro rumahan, tukang bangunan lepas, pekerja jasa (seperti ojek, warung, dan lainnya) tanpa kontrak tetap.
-
Wilayah: Pedesaan lebih dominan—karena akses ke pekerjaan formal terbatas.
Faktor-Penggerak Sektor Informal
Pendorong Internal
Beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi informal antara lain:
-
Keterbatasan lapangan kerja formal: Industri atau sektor formal tidak selalu menyerap semua pencari kerja, sehingga sektor informal menjadi alternatif.
-
Modal rendah, kemudahan akses: Usaha mikro informal membutuhkan modal yang relatif kecil, sering berbasis rumah atau keterampilan tradisional.
-
Fleksibilitas: Pekerjaan informal menawarkan jam kerja yang lebih fleksibel, cocok bagi yang punya tanggung jawab domestik atau pendidikan sambil bekerja.
-
Kebutuhan mendesak: Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu (contoh: pandemi, resesi lokal), banyak orang terpaksa “turun ke” sektor informal.
Faktor Eksternal & Kebijakan
-
Digitalisasi: Platform digital meluas dan membuka akses bagi usaha mikro informal untuk menjangkau pasar yang lebih luas (meskipun belum semua).
-
Regulasi dan formalitas: Bila regulasi formal terlalu berat atau persyaratan izin terlalu banyak, maka masyarakat cenderung memilih jalur informal.
-
Pandemi dan gangguan ekonomi: Seperti periode COVID-19, banyak pekerja terpaksa berpindah atau kembali ke sektor informal karena PHK atau sektor formal terpuruk.
-
Infrastruktur ekonomi lokal: Akses transportasi, listrik, internet yang terbatas di daerah pedesaan membatasi perkembangan sektor formal — memperkuat sektor informal sebagai pilihan utama.
Tantangan Utama yang Dihadapi
Walaupun sektor informal memiliki banyak fungsi positif, terdapat sejumlah tantangan serius:
Ketidakpastian Pendapatan
Pekerja informal sering menghadapi pendapatan yang fluktuatif, tidak memiliki kontrak tetap atau jaminan upah minimum. Contoh: media menyebut bahwa mereka “rentan terhadap perubahan ekonomi, kurangnya perlindungan hukum”.
Keterbatasan Perlindungan Sosial
Banyak pelaku sektor informal tidak memiliki akses ke jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, jaminan kesehatan formal, atau skema perlindungan kerja lainnya.
Kurangnya Akses ke Pembiayaan Formal
Karena formalitas yang terbatas, usaha mikro informal sering kesulitan mengakses kredit bank, pembiayaan formal, atau skema bantuan pemerintah yang memerlukan izin resmi atau laporan keuangan formal.
Kemampuan Skalabilitas Rendah
Usaha informal sering berskala kecil, dengan tata kelola yang sederhana dan kurang profesional, sehingga sulit untuk berkembang ke skala yang lebih besar atau menjalankan ekspansi secara sistematis.
Pencatatan dan Kontribusi Pajak Terbatas
Karena sifat informal, banyak transaksi yang tidak tercatat resmi — ini berdampak pada basis fiskal pemerintah (pajak) dan data resmi yang terbatas untuk membuat kebijakan yang tepat.
Dampak Digitalisasi yang Tidak Merata
Meskipun digitalisasi membuka peluang, tidak semua pelaku informal memiliki akses internet, literasi digital, atau perangkat yang memadai — sehingga potensi digitalisasi belum merata.
Peluang dan Arah Kebijakan ke Depan
Peluang yang Bisa Dimanfaatkan
-
Peningkatan inklusi finansial: Mengarahkan pelaku usaha informal agar mendapat akses pembiayaan mikro, modal kerja kecil, dan pelatihan manajemen usaha.
-
Digitalisasi usaha mikro: Pelatihan dan fasilitas agar usaha informal bisa memanfaatkan e-commerce, media sosial, pembayaran digital, sehingga memperluas pasar dan meningkatkan efisiensi.
-
Kemitraan formal-informal: Mendorong integrasi antara sektor formal dan informal—misalnya, perusahaan besar bermitra dengan usaha mikro lokal sebagai bagian dari rantai pasok mereka.
-
Penguatan perlindungan sosial inklusif: Merancang skema perlindungan sosial yang fleksibel dan bisa diakses oleh pekerja informal, misalnya kontribusi kecil atau skema mikro.
-
Pemberdayaan di daerah pedesaan: Karena proporsi pekerja informal di pedesaan tinggi, maka pembangunan infrastruktur lokal, akses internet, pelatihan wirausaha akan sangat membantu.
Kebijakan yang Dibutuhkan
-
Regulasi yang ramah usaha mikro: Simplifikasi izin usaha mikro, pencatatan yang lebih mudah, serta pengurangan beban administratif agar usaha informal bisa “naik kelas”.
-
Data & monitoring yang lebih baik: Karena banyak transaksi informal tidak tercatat, pemerintah perlu memperkuat sistem data untuk memahami dinamika sektor informal dan merancang kebijakan yang tepat.
-
Skema perlindungan fleksibel: Misalnya jaminan sosial mikro, asuransi kesehatan murah yang bisa diakses pekerja informal, program dari pemerintah daerah untuk mendukung usaha informal.
-
Pelatihan dan pendidikan kewirausahaan: Memberikan akses pendidikan dasar keuangan, digital marketing, manajemen usaha bagi pelaku informal.
-
Fasilitas pembiayaan mikro inklusif: Bank ataupun lembaga keuangan mikro yang bisa menjangkau usaha informal, dengan bunga rendah dan persyaratan ringan.
Kasus Khusus: Pedesaan vs Perkotaan
Pedesaan
Seperti disebut dalam publikasi Universitas Airlangga, di pedesaan proporsi pekerja informal rata-rata selalu di atas 50 %. Faktor-faktor utama: keterbatasan lapangan kerja formal, dominasi pertanian atau usaha keluarga, akses modal yang terbatas.
Perkotaan
Di kota, meskipun terdapat banyak usaha formal, sektor informal juga tetap besar (sekitar ~40 %). Pelaku di kota cenderung pedagang kaki lima, ojek online, pekerja paruh waktu. Tantangannya: persaingan yang tinggi, biaya hidup lebih besar, dan regulasi kota yang kadang membatasi usaha kaki lima.
Implikasi untuk Kebijakan
-
Di pedesaan, kebijakan harus fokus pada pengembangan infrastruktur, pelatihan kewirausahaan lokal, serta akses modal kecil.
-
Di perkotaan, fokus bisa pada penataan ruang usaha informal (misalnya pedagang kaki lima), akses ke pasar digital, dan perlindungan pekerja informal.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Kontribusi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sektor informal punya kontribusi yang sering luput dari sorotan – namun terbukti bahwa aktivitas informal ikut mendorong konsumsi lokal, memperkuat mata rantai ekonomi mikro dan menjaga tingkat aktivitas ekonomi tetap bergulir.
Misalnya, sektor informal disebut sebagai salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi 5,12 % pada kuartal II 2025.
Dampak Sosial
-
Membantu mengurangi kemiskinan dengan menyediakan pekerjaan alternatif.
-
Mendukung pemberdayaan masyarakat terutama kelompok rentan (misalnya perempuan, penyandang disabilitas, pekerja migran pasar lokal).
-
Menjalin jaringan sosial ekonomi lokal—usaha informal sering berbasis komunitas, gotong-royong, modal sosial yang kuat.
Risiko Sosial
-
Ketidakpastian pendapatan dan kurangnya perlindungan bisa menimbulkan kerentanan sosial.
-
Jika tidak dikelola dengan baik, usaha informal bisa masuk ke ranah “subsisten” tanpa ada skala untuk naik kelas.
-
Kesenjangan digital dan akses bisa memperlebar jurang antara mereka yang mampu memanfaatkan digitalisasi dan mereka yang tertinggal.
Tantangan Riset dan Data
Keterbatasan Data
Sektor informal cenderung “tersembunyi” dari statistik resmi karena usaha yang tidak terdaftar, laporan yang tidak lengkap, atau regulasi yang kurang memaksa pencatatan. Contohnya: data BPS menurut provinsi mengenai proporsi pekerjaan informal.
Kebutuhan Penelitian Lanjutan
Penelitian seperti “Hubungan Sektor Informal dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” dari ResearchGate menunjukkan pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana sektor informal dan sektor formal saling mempengaruhi.
Penelitianpenelitian ke depan bisa fokus pada:
-
Dampak digitalisasi terhadap usaha informal
-
Upah, produktivitas, dan mobilitas sosial pekerja informal
-
Efektivitas kebijakan inklusi usaha mikro informal
-
Perbedaan karakteristik menurut wilayah (provinsi, kota vs desa)
Rekomendasi Strategis untuk Pemangku Kebijakan
Untuk Pemerintah Pusat dan Daerah
-
Integrasi data nasional-daerah: Memperkuat sistem pencatatan usaha mikro dan pekerja informal agar kebijakan bisa lebih tepat sasaran.
-
Regulasi yang mendukung naik-kelas usaha mikro: Izin usaha mikro sederhana, fasilitas pelatihan, pengurangan birokrasi.
-
Program inkubasi usaha informal: Fasilitasi pelatihan digital, manajemen keuangan, pemasaran online bagi pelaku usaha informal.
-
Fasilitas pembiayaan mikro inklusif: Subsidi bunga, kemitraan bank/fintech dengan komunitas mikro.
-
Perlindungan sosial fleksibel: Skema jaminan sosial yang bisa disesuaikan dengan jenis kerja informal (kontribusi kecil, jaring pengaman sosial)
Untuk Pelaku Usaha dan Komunitas Mikro
-
Manfaatkan digitalisasi: media sosial, marketplace, pembayaran digital untuk menjangkau pasar lebih luas.
-
Pelajari manajemen keuangan sederhana: pembukuan mikro, alokasi modal, evaluasi usaha.
-
Bergabung dalam kelompok usaha mikro atau koperasi agar bisa mendapatkan manfaat kolektif: akses modal, pelatihan, jaringan.
-
Inovasi produk dan layanan: menemukan ceruk pasar, memanfaatkan local value-added (kerajinan, kuliner lokal, produk ramah lingkungan).
Kesimpulan
Dalam tiga tahun terakhir (2022–2025), sektor ekonomi informal di Indonesia tetap berada di garis depan sebagai penopang utama tenaga kerja dan ekonomi lokal. Dengan proporsi pekerja informal yang mendekati 60 %, sektor ini tidak bisa diabaikan.
Meskipun menghadapi tantangan besar – mulai dari pendapatan yang tidak pasti, perlindungan sosial yang terbatas, hingga akses ke modal yang sulit—namun peluang untuk pemberdayaan dan inklusi ekonomi terbuka lebar.
Untuk menjadikan ekonomi informal sebagai aset strategis pembangunan, diperlukan sinergi antara pemangku kebijakan, lembaga keuangan, pelaku usaha mikro, dan komunitas lokal.
Dengan regulasi yang mendukung, digitalisasi yang merata, dan pembinaan usaha mikro yang kuat, sektor informal dapat “naik kelas” dan memberikan kontribusi yang lebih besar, bukan hanya sebagai jalan bertahan hidup tetapi sebagai jalur pertumbuhan dan inklusi sosial ekonomi.
Semoga artikel ini memberikan gambaran mendalam dan inspirasi untuk langkah kebijakan maupun tindakan di lapangan.
Recent Post
- Gig Economy di Indonesia: Tren, Peluang dan Tantangan (3 Tahun Terakhir)
- Otomasi dan Pengaruhnya ke Pasar Kerja
- Teknologi AI dan Dampaknya ke Ekonomi
- Ekonomi Global dan Perang Dagang
- Bonus Demografi Indonesia: Peluang Emas & Tantangan Besar
- Dampak Demografi terhadap Ekonomi
- Reformasi Ekonomi Indonesia
- Dampak Pajak terhadap Ekonomi
- Kebijakan Subsidi Pemerintah Indonesia
- Ekonomi Politik Indonesia: Tinjauan Tiga Tahun Terakhir
- Pengelolaan Keuangan Pribadi di Ekonomi Sulit
- Keamanan Ekonomi Rumah Tangga
- Menabung vs Investasi: Pilihan Cerdas untuk Masa Depan Finansial
- Passive Income dan Ekonomi Pribadi
- Uang Kripto dan Ekonomi Indonesia


