Site icon PPKN.CO.ID

UU NO 12 Tahun 2006 | Lengkap

UU NO 12 Tahun 2006 : Pada ulasan ini ppkn.co.id akan memberikan ulasan mengenai UU NO 12 Tahun 2006, langsung saja disimak ulasannya dibawah ini :UU NO 12 Tahun 2006


UU NO 12 Tahun 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006

TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :

A.  Bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan  Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  1945  menjamin  potensi,  harkat,  dan  martabat setiap orang sesuai dengan hak asasi manusia;

B. Bahwa warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok dari suatu negara yang memiliki hak dan kewajiban yang     perlu     dilindungi     dan     dijamin pelaksanaannya;

C. Bahwa Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal  18  Undang-Undang  Nomor  62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia sehingga harus dicabut dan diganti dengan yang baru;

D. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;

Mengingat      :  Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (4), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat  (2),  dan  Pasal  28J     Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :

UNDANG-UNDANG TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA.

BAB I KETENTUAN

UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  2. Kewarganegaraan adalah    segala    hal    ihwal    yang berhubungan dengan warga negara.
  3. Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
  4. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
  5. Pejabat adalah orang  yang  menduduki  jabatan  tertentu yang ditunjuk oleh Menteri untuk menangani masalah Kewarganegaraan Republik Indonesia.
  6. Setiap orang adalah   orang   perseorangan,   termasuk korporasi.
  7. Perwakilan Republik Indonesia  adalah  Kedutaan  Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Konsulat        Republik   Indonesia,   atau   Perutusan   Tetap Republik Indonesia.

Pasal 2

Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.


Pasal 3

Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan  persyaratan  yang  ditentukan  dalam Undang- Undang ini.


BAB II

WARGA NEGARA INDONESIA

Pasal 4

Warga Negara Indonesia adalah:

Pasal 5

(1) Anak   Warga   Negara   Indonesia   yang   lahir   di   luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan  asing  tetap  diakui  sebagai Warga Negara Indonesia.

(2) Anak  Warga  Negara  Indonesia  yang  belum  berusia  5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.


Pasal 6

(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan  ganda,  setelah  berusia  18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.

(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dibuat  secara tertulis  dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak  berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.


Pasal 7

Setiap    orang    yang    bukan    Warga    Negara    Indonesia diperlakukan sebagai orang asing.

BAB III

SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 8

Kewarganegaraan  Republik  Indonesia  dapat  juga  diperoleh melalui pewarganegaraan.


Pasal 9

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
  2. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di  wilayah  negara  Republik  Indonesia  paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
  3. sehat jasmani dan rohani;
  4. dapat berbahasa Indonesia serta       mengakui       dasar negara             Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
  6. jika   dengan   memperoleh   Kewarganegaraan   Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
  7.  mempunyai  pekerjaan  dan/atau  berpenghasilan  tetap; dan
  8. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara

Pasal 10

(1)   Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai   cukup   kepada   Presiden   melalui Menteri.

(2)   Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat.


Pasal 11

Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 12

(1)  Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya.

(2)  Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 13

(1) Presiden mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan.

(2) Pengabulan permohonan  pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan   dengan Keputusan Presiden.

(3) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.

(4) Penolakan  permohonan  pewarganegaraan  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1)  harus  disertai  alasan  dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.


Pasal 14

(1)   Keputusan   Presiden   mengenai   pengabulan   terhadap permohonan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal   pemohon   mengucapkan   sumpah   atau menyatakan janji setia.

(2)   Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

(3)   Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan  sumpah  atau  menyatakan  janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.

(4)   Dalam hal pemohon tidak dapat  mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri.


Pasal 15

(1)   Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan di hadapan Pejabat.

(2)    Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita    acara   pelaksanaan   pengucapan  sumpah  atau pernyataan janji setia.

(3)    Paling  lambat  14  (empat  belas)  hari  terhitung  sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri.


Pasal 16

Sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) adalah:

Yang mengucapkan sumpah, lafal sumpahnya sebagai berikut: Demi  Allah/demi  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  saya bersumpah melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui,   tunduk,   dan   setia   kepada   Negara   Kesatuan Republik  Indonesia,  Pancasila,  dan  Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.

Yang menyatakan janji setia, lafal janji setianya sebagai berikut:

Saya berjanji melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.


Pasal 17

Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pemohon wajib menyerahkan dokumen   atau surat-surat keimigrasian atas namanya kepada kantor imigrasi dalam waktu  paling  lambat  14  (empat  belas)  hari kerja terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.


Pasal 18

(1)   Salinan  Keputusan  Presiden  tentang  pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan berita acara  pengucapan  sumpah  atau  pernyataan  janji  setia dari Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)   menjadi   bukti   sah   Kewarganegaraan   Republik Indonesia seseorang yang memperoleh kewarganegaraan.

(2) Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Pasal 19

(1) Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat.

(2) Pernyataan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dilakukan apabila  yang  bersangkutan  sudah bertempat tinggal di  wilayah  negara  Republik  Indonesia  paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut  atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.

(3) Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh kewarganegaraan   ganda   sebagaimana   dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 20

Orang  asing  yang  telah  berjasa  kepada  negara  Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.


Pasal 21

(1) Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan          sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia.

(2) Anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia.

(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memperoleh  kewarganegaraan  ganda,  anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.


Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan memperoleh   Kewarganegaraan   Republik   Indonesia   diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB IV

KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN

REPUBLIK INDONESIA

Pasal 23

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:


Pasal 24

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d tidak  berlaku  bagi  mereka  yang  mengikuti  program pendidikan  di  negara  lain  yang  mengharuskan  mengikuti wajib militer.


Pasal 25

(1)   Kehilangan  Kewarganegaraan  Republik  Indonesia  bagi seorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang  mempunyai  hubungan  hukum  dengan ayahnya   sampai   dengan   anak   tersebut   berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

(2)   Kehilangan  Kewarganegaraan  Republik  Indonesia  bagi seorang ibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya     yang   tidak   mempunyai   hubungan   hukum dengan ayahnya   sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

(3)   Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia karena memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya, tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

(4)   Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.


Pasal 26

(1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan  tersebut.

(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.

(3)   Perempuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan   atau   laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

(4)   Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.


Pasal 27

Kehilangan  kewarganegaraan  bagi  suami  atau  istri  yang terikat perkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status  kewarganegaraan dari istri atau suami.


Pasal 28

Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya  oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.


Pasal 29

Menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB V

SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEMBALI

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 31

Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 22.


Pasal 32

(1) Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.

(2) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.

(3)   Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak putusnya perkawinan.

(4)   Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima permohonan.


Pasal 33

Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 3  (tiga)  bulan  oleh  Menteri  atau  Pejabat  terhitung  sejak tanggal diterimanya permohonan.


Pasal 34

Menteri   mengumumkan   nama   orang   yang   memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB VI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 36

(1)   Pejabat  yang  karena  kelalaiannya  melaksanakan  tugas dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang  ini  sehingga  mengakibatkan  seseorang kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2)   Dalam hal tindak  pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.


Pasal 37

(1)   Setiap    orang    yang    dengan    sengaja    memberikan keterangan palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau surat atau dokumen yang dipalsukan untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik   Indonesia     atau     memperoleh     kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama  4  (empat)  tahun  dan  denda  paling  sedikit  Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2)   Setiap   orang   yang   dengan   sengaja   menggunakan keterangan palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Pasal 38

(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal    37   dilakukan   korporasi,   pengenaan   pidana dijatuhkan kepada korporasi dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi.

(2)   Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar     rupiah)     dan     paling     banyak     Rp 5.000.000.000,00  (lima  miliar  rupiah)  dan  dicabut  izin usahanya.

(3)   Pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

(1)   Permohonan  pewarganegaraan,  pernyataan untuk tetap menjadi Warga   Negara   Indonesia,   atau   permohonan memperoleh kembali      Kewarganegaraan      Republik Indonesia yang telah diajukan kepada Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dan telah diproses tetapi belum selesai,   tetap diselesaikan berdasarkan Undang- Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia   sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

(2)   Apabila   permohonan   atau   pernyataan   sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  telah  diproses  tetapi  belum selesai pada saat peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan, permohonan atau pernyataan tersebut diselesaikan menurut ketentuan Undang-Undang ini.


Pasal 40

Permohonan pewarganegaraan, pernyataan untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia, atau permohonan memperoleh  kembali  Kewarganegaraan  Republik  Indonesia yang telah diajukan kepada Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dan belum diproses, diselesaikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.


Pasal 41

Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c,  huruf  d,  huruf  h,  huruf  l  dan  anak  yang  diakui  atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18  (delapan  belas)  tahun  atau  belum  kawin  memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang- Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.


Pasal 42

Warga  Negara  Indonesia  yang  bertempat  tinggal  di  luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun atau lebih tidak melaporkan diri kepada Perwakilan Republik Indonesia dan telah kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini diundangkan dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya dengan mendaftarkan diri di Perwakilan Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan  sepanjang  tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.


Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diatur dengan  Peraturan  Menteri  yang  harus  ditetapkan  paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.


BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

 

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:


Pasal 45

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang- Undang ini diundangkan.


Pasal 46

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 1 Agustus 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 Agustus 2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 63

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI

Deputi Mensesneg Bidang Perundang-undangan, ttd

Abdul Wahid


PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006

TENTANG

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

Warga  negara  merupakan  salah  satu  unsur  hakiki  dan  unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan  Undang-Undang  Nomor  3  Tahun  1946  dan  diubah  lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan  Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia. Selanjutnya, ihwal kewarganegaraan  terakhir  diatur  dengan  Undang-Undang  Nomor  62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tersebut secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia.

Secara filosofis, Undang-Undang tersebut masih mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.

Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang- Undang tersebut adalah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara.

Secara sosiologis, Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki  adanya  persamaan  perlakuan  dan  kedudukan  warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar sebagaimana tersebut di atas, Undang-Undang ini memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran.

Adapun  asas-asas  yang  dianut  dalam  Undang-Undang  ini  sebagai berikut:

  1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang   berdasarkan   keturunan,   bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan   seseorang   berdasarkan   negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
  3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas  kewarganegaraan   ganda   terbatas   adalah   asas   yang menentukan kewarganegaraan   ganda   bagi   anak-anak   sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Undang-Undang  ini  pada  dasarnya  tidak  mengenal  kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa  kewarganegaraan (apatride).

Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang- Undang ini merupakan suatu pengecualian.

Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,

  1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
  2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.
  3. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan   bahwa   setiap   Warga   Negara   Indonesia mendapatkan   perlakuan   yang   sama   di   dalam   hukum   dan pemerintahan.
  4. Asas kebenaran  substantif  adalah  prosedur  pewarganegaraan seseorang tidak hanya   bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi         dan     syarat-syarat     permohonan     yang     dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
  5. Asas  nondiskriminatif   adalah   asas   yang   tidak   membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
  6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga   negara   harus   menjamin,   melindungi,   dan memuliakan hak asasi   manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
  7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
  8. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan  dalam  Berita  Negara  Republik  Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.

Pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi:

Dalam Undang-Undang ini, pengaturan mengenai anak yang lahir di luar perkawinan yang sah semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan terhadap anak tentang status kewarganegaraannya saja.

Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Selain itu, semua peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan sendirinya tidak berlaku karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan perundang- undangan tersebut adalah:

  1. Undang-Undang tanggal 10 Pebruari 1910 tentang Peraturan tentang Kekaulanegaraan Belanda Bukan Belanda (Stb. 1910 – 296 jo. 27-458);
  1. Undang-Undang Tahun 1946 Nomor 3 tentang Warganegara, Penduduk Negara jo. Undang-Undang Tahun 1947 Nomor 6 jo. Undang-Undang Tahun 1947 Nomor 8 jo. Undang-Undang Tahun 1948 Nomor 11;
  1. Persetujuan Perihal Pembagian Warga Negara antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 2);
  1. Keputusan Presiden  Nomor  7  Tahun  1971  tentang  Pernyataan Digunakannya  Ketentuan-ketentuan  dalam  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warganegara dan Penduduk Negara Republik Indonesia untuk Menetapkan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi Penduduk Irian Barat; dan
  1. Peraturan  perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kewarganegaraan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.


Pasal 2

Yang dimaksud dengan “orang-orang bangsa Indonesia asli” adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.


Pasal 3

Cukup jelas.


Pasal 4

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Ditentukannya   “tenggang   waktu   300   (tiga   ratus)  hari” dengan   pertimbangan   bahwa   tenggang   waktu   tersebut merupakan tenggang waktu yang dianggap cukup untuk meyakini bahwa anak tersebut benar-benar anak dari ayah yang meninggal dunia.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Pengakuan terhadap anak dalam ketentuan ini dibuktikan dengan penetapan pengadilan.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.


Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang  dimaksud  dengan  “pengadilan”  adalah  pengadilan negeri di tempat tinggal pemohon dalam hal permohonan diajukan dalam wilayah negara Republik Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah  pengadilan  sesuai  dengan  ketentuan  di  negara tempat tinggal pemohon.


Pasal 6

Cukup jelas.


Pasal 7

Cukup jelas.


Pasal 8

Cukup jelas.


Pasal 9

Cukup jelas.


Pasal 10

Cukup jelas.


Pasal 11

Cukup jelas.


Pasal 12

Cukup jelas.


Pasal 13

Cukup jelas.


Pasal 14

Cukup jelas.


Pasal 15

Cukup jelas.


Pasal 16

Cukup jelas.


Pasal 17

Yang dimaksud dengan “dokumen atau surat-surat keimigrasian”, misalnya paspor biasa, visa, izin masuk, izin tinggal, dan perizinan tertulis lainnya yang dikeluarkan oleh pejabat imigrasi.

Dokumen atau surat-surat keimigrasian yang diserahkan kepada kantor imigrasi oleh pemohon termasuk dokumen atau surat-surat atas nama istri/suami dan anak-anaknya  yang ikut memperoleh status kewarganegaraan pemohon.


Pasal 18

Cukup jelas.


Pasal 19

Cukup jelas.


Pasal 20

Yang dimaksud dengan “orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia” adalah orang asing yang karena prestasinya yang luar biasa di bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, lingkungan hidup, serta keolahragaan telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia.

Yang dimaksud dengan “orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan kepentingan negara” adalah orang asing yang dinilai oleh negara telah dan dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan memantapkan kedaulatan negara dan untuk meningkatkan kemajuan, khususnya di bidang perekonomian Indonesia.


Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang  dimaksud  dengan  “pengadilan”  adalah  pengadilan negeri di tempat tinggal pemohon bagi pemohon yang bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 22

Cukup jelas.


Pasal 23

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia” antara lain pegawai negeri, pejabat negara, dan intelijen. Apabila Warga Negara Indonesia menjabat dalam dinas sejenis itu di negara asing, yang bersangkutan kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan demikian, tidak semua jabatan dalam dinas negara asing mengakibatkan kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “bagian dari negara asing” adalah wilayah   yang   menjadi   yurisdiksi   negara   asing   yang

bersangkutan.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Yang  dimaksud  dengan  “alasan  yang  sah”  adalah  alasan yang  diakibatkan  oleh  kondisi  di  luar  kemampuan  yang bersangkutan     sehingga     ia    tidak   dapat    menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia, antara lain karena terbatasnya mobilitas yang bersangkutan akibat paspornya tidak berada dalam penguasaan yang bersangkutan, pemberitahuan Pejabat tidak diterima, atau Perwakilan Republik Indonesia sulit dicapai dari tempat tinggal yang bersangkutan.


Pasal 24

Cukup jelas.


Pasal 25

Cukup jelas.


Pasal 26

Cukup jelas.


Pasal 27

Cukup jelas.


Pasal 28

Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah instansi yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan bahwa dokumen atau surat-surat tersebut palsu atau dipalsukan, misalnya akta kelahiran dinyatakan palsu oleh kantor catatan sipil.


Pasal 29

Cukup jelas.


Pasal 30

Cukup jelas.


Pasal 31

Cukup jelas.


Pasal 32

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada anak dan istri atau anak dan suami yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia tanpa melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “putusnya perkawinan” adalah putusnya   perkawinan   karena   perceraian   berdasarkan

putusan     pengadilan  yang  telah  mempunyai  kekuatan hukum tetap atau karena suami atau istri meninggal dunia.

Ayat (4)

Cukup jelas.


Pasal 33

Cukup jelas.


Pasal 34

Cukup jelas.


Pasal 35

Cukup jelas.


Pasal 36

Cukup jelas.


Pasal 37

Cukup jelas.


Pasal 38

Cukup jelas.


Pasal 39

Cukup jelas.


Pasal 40

Cukup jelas.


Pasal 41

Cukup jelas.


Pasal 42

Cukup jelas.


Pasal 43

Cukup jelas.


Pasal 44

Cukup jelas.


Pasal 45

Cukup jelas.


Pasal 46

Cukup jelas.


Baca juga :

Demikianlah ulasan dari ppkn.co.id semoga bermanfaat.

Exit mobile version