Site icon PPKN.CO.ID

Uraikan Singkat Sejarah Lahirnya Ilmu Geografi 

Sejarah Lahirnya Ilmu Geografi

Sejarah Lahirnya Ilmu Geografi 


Di Babilonia para ahli telah lebih dulu mengumpulkan banyak data tentang pergerakan bintang-bintang dan planet-planet, dan telah berhasil mengembangkan konsep bahwa posisi benda-benda langit (bintang-bintang) mempunyai pengaruh mendasar atas aktivitas manusia

Dalam astrologi yang mereka kembangkan, jika fakta hasil pengamatan ternyata tak sesuai dengan prinsip umum yang ada maka penjelasannya ialah hal yang demikian itu merupakan pengecualian, sementara prinsip umum yang ada tetap diakui tanpa perubahan.

Tetapi orang-orang Yunani lah yang mulai dengan mengembangkan prosedur yang sekarang ini dapat disebut sebagai dasar-dasar metode ilmiah.

Dengan prosedur yang dikembangkan itu, jika fakta hasil pengamatan berbeda dengan prinsip umum, maka prinsip umum itu harus diperbaiki (direvisi).

Astronomi yang telah dikembangkan orang-orang Yunani telah membawakan langkah kemajuan sangat penting dalam sejarah pengembangan pemikiran.

Banyak prosedur dasar telah mulai dikemukakan dalam karya-karya Plato dan Aristoteles.

Hasil pemikiran kedua filsuf Yunani itu telah banyak pula dikutip baik dalam karya-karya ilmu pengetahuan masa sekarang maupun masa lalu yang cukup panjang.

Plato yang mengembangkan langkah-langkah deduktif telah banyak menjadi sumber acuan oleh mereka yang menempatkan teori pada posisi yang sangat penting artinya.


Aristiteles merupakan tokoh yang mengembangkan langkah-langkah induktif, yaitu dengan memilih merumuskan konsep-konsepnya atas dasar generalisasi fakta hasil pengamatan nyata.

Aristoteles merupakan salah seorang yang menekankan pentingnya pengamatan secara langsung dan mengajarkan kepada murid-muridnya untuk mengadakan perjalanan atau pengamatan di lapangan.

Pada masa abad pertengahan di Eropa, perkembangan intelektual mengalami kemunduran. Karya-karya para tokoh Yunani Kuno boleh dikatakan menghilang.

Dominasi gereja sangat nyata dalam berbagai aspek kehidupan. Pusat pengetahuan dan sumber acuan ada di kalangan para pemuka agama.

Namun demikian, hasil karya dan pemikiran masa Yunani tetap dilestarikan bahkan dikembangkan lebih lanjut oleh bangsa Arab yang banyak melakukan perjalanan dan memadukan pengetahuan baik yang berasal dari masa Yunani maupun juga yang berasal dari Asia (Persia) dan Afrika.

Kebangkitan kembali pengembangan tradisi intelektual baru muncul pada akhir abad 15 yang bertepatan dengan berkembangnya masa eksplorasi, sungguhpun berbagai kondisi dan peristiwa yang saling berkaitan sebagai faktor penyebabnya telah mulai muncul pada masa-masa sebelumnya.

Untuk masa pertumbuhan selanjutnya, dua peristiwa inovasi yang sangat penting artinya telah berlangsung sejak abad 16. Pertumbuhan ilmu kemudian berlangsung dan perkembangan paling nyata terjadi pada akhir abad 19.


Pembaharuan mendasar pertama ditandai dengan munculnya karya-karya tulisan abad 16 yang sangat merangsang dan menantang antara lain kayra Leonardo da Vinci dan karya Copernicus yang telah menumbuhkan semangat untuk mengembangkan prinsip-prinsip dasar yang sekarang kita kenal dengan kebebasan akademik.

Pembaharuan mendasar kedua mulai berlangsung pada abad 17 dan makin meluas pada paruh kedua abad 19.

Pembaharuan ini bertalian dengan mulai terjadinya pemisahan bidang kajian dalam dunia akademik, yang belum terjadi pada masa-masa perkembangan sebelumnya.

Pada masa Yunani orang belum merasa perlu mengadakan pengkhususan perhatian dalam kajian pengetahuan walaupn dalam kenyataanya ada sebutan bapak ilmu sejarah, peletak dasar geografi, peletak dasar astronomi, dan sebagainya.

Bahkan dalam kenyataanya munculnya geografi sebagai ilmu dalam abad 19 (baik di Eropa maupun Amerika) juga dipelopori oleh tokoh-tokoh yang berlatar belakang pendidikan multi bidang.


Geografi Zaman Yunani

Sungguhpun peradaban yang lebih tua dan sejarah pemikiran manusia telah berkembang jauh sebelum nya di pusat-pusat peradaban di Asia (antara lain di Phunisia dan Mesopotamia) dan di Afrika (Mesir Kuno), banyak dasar-dasar ilmu dan pengetahuan kita sekarang ini telah bersuber pada apa yang dipikirkan dan ditulis orang sejak zaman Yunani Kuno, beberapa abad sebelum permulaan tahun Masehi.


Bangsa Yunani Kuno (dan bangsa Romawi Kuno) yang mengembangkan kekaisaran di Eropa hingga kawasan sekitar Laut Tengah telah berhasil melengkapi dan memadukan apa-apa yang telah dikembangkan oleh orang Mesir Kuno (peradaban Nubia Kuno), oleh bangsa Phunisia serta orang-orang Sumeria (di Mesopotamia) puluhan abad sebelumnya.

Pengetahuan yang semula hanya bersifat empirik kemudian berkembang pesat karena orang tidak lagi bersikap menerima begitu saja adanya kenyataan macam-macam fenomena (gejala atau segala sesuatu yang dapat diamati) yang dijumpai dalam kehidupannya di bumi.

Dalam menghadapi apa yang ditemui dalam kehidupan di bumi itu kemudian disertai dengan sikap ingin tahu lebih lanjut mengenai sebab musabab dan proses yang telah memungkinkan terwujudnya aneka macam fenomena itu.

Sikap atau semangat menyelidik yang melatarbelakangi tumbuhnya ilmu yang telah muncul sejak 600 tahun sebelum Masehi itu sampai sekarang masih dipandang sebagai salah satu ciri yang sangat penting dalam mengembangkan ilmu masa kini dan masa mendatang.

Inquiring attitude atau inquiring mind bahkan kini sudah harus ditumbuhkan pada siswa sejak masa-masa belajarnya pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah.

Diawali dengan Thales (624-548 SM) yang dianggap sebagai orang pertama yang mempertanyakan dasar isi alam ini, pada zaman Yunani Kuno telah muncul tokoh-tokoh yang sampai kini masih juga dipandang sebagai bapak ilmu atau sebagai peletak dasar-dasar ilmu modern, seperti misalnya Herodotus (sejarah), Secrates, Plato, Aristoteles (filsafat), Archimedes (ilmu pasti, fisika dan juga cara pembuktian dengan eksperimen), serta Aristarchus, Hipparchus, dan Ptolomaeus (yang mendasari ilmu astronomi dan pengetahuan tentang bumi).

Thales merupakan tokoh Yunani pertama yang tertarik pada pengukuran tentang letak segala sesuatu di muka bumi. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang usahawan.

Dengan pengetahuannya itu ia mendapat keuntungan besar dalam mengirim (menyediakan) barang dagangannya (antara lain minyak zaitun).


Sebagai seorang jenius, Thales memberikan sumbangan besar bagi ilmu lewat berbagai usaha inovasinya.

Dari satu pengalaman perjalanan ke Mesir Thales demikian terkesan pada cara orang bekerja mengukur sudut, mengukur panjang garis dasar (base lines) serta menghitung luas wilayah.

Maka ketika ia kembali ke Miletus, pikirannya dipenuhi dengan gagasan-gagasan tentang prinsip matematik dan geometri yang jauh melewati nilai kegunaan praktis trigonometri.


Geografi Abad Pertengahan di Eropa

Pengetahuan geografi dan perpetaan yang telah demikian jauh dikembangkan pada zaman Yunani ternyata tidak sepenuhnya lenyap selama abad pertengahan.

Orang-orang Islam di dunia Arab masih meneruskan  dan mengembangkan lebih lanjut tradisi ilmu masa Ptolomaeus dan pakar geografi Yunani, khususnya setelah keberhasilan ekspedisi kekuasaan Islam ke Eropa pada abad ke delapan.

Antara tahun 800 hingga 1400 pengetahuan geografi, perpetaan dan kosmografi dikembangkan para ahli dari dunia Arab dapat dikatakan cukup maju.

Berbeda dengan apa yang dikembangkan oleh orang-orang Kristen pada masa yang sama, karya-karya dunia Arab dikembangkan dengan berbagai macam sumber.

Sarjana-sarjana Islam tidak saja menerjemahkan karya-karya zaman Yunani, yang telah mulai dilakukan semasa pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid di Baghdad pada abad ke delapan, tetapi juga memadukan pengetahuan yang telah dikembangkan di pusat-pusat peradaban di Persia, India dan Mesir serta pengalaman perjalanan langsung dari Eropa.


Baik untuk keperluan penunaian ajaran agama maupun untuk keperluan-keperluan perjalanan, cendekiawan Muslim memerlukan pengetahuan lokasi tempat secara seksama.

Kebutuhan akan cara penentuan lokasi secara tepat lebih dirasakan lagi ketika orang Arab mengembangkan daerah kekuasaan yang meliputi Laut Atlantik (meliputi seluruh pantai utara Afrika dan sejumlah kawasan di daratan Eropa).

Perkembangan geografi dan ilmu lain di kawasan dunia Arab didukung juga oleh bebrapa hal yang tak terdapat di Eropa pada masa abad pertengahan.


Suasana yang menunjang itu meliputi antara lain:

  1. Perjalanan perdagangan yang cukup ramai berkat lokasi kawasan yang menghubungkan tiga benua.
  2. bahasa dan agama yang sama.
  3. kerajaan atau kesultanan mendukung sepenuhnya pengembangan ilmu dan seni.
  4. diterjemahkannya karya-karya tentang pengetahuan keruangan (geografi, astronomi) masa Ptelomaeus kedalam bahasa Arab.
  5. telah dikembangkannya ilmu-ilmu dasar (biologi, ilmu hitung dan ilmu kedokteran serta juga sistem desimal; (termasuk bilangan nol) yang diramu dari hasil-hasil penembangan dari berbagai peradaban di Asia dan Afrika.

Sumbangan dunia Arab dalam pengembangan geografi tidak saja terbatas pada hasil pengalaman perjalanan ke wilayah-wilayah yang lebih luas di Asia dan Afrika, tetapi juga dari tulisan-tulisan yang memuat pengetahuan klimatologi dan geomorfologi.

Pada tahun 921 al Balkhi menghimpun hasil pengamatan sifat-sifat iklim hasil catatan para musafir ke dalam kitab Al-Ashkal yang merupakan atlas mengenai iklim yang pertama ada.

Al-Mas’udi melakukan perjalanan dari Afrika hingga daerah mozambique sekarang dan membuat lukisan tentang muson.

Ia juga melukiskan proses penguapan ari dari permukaan hingga terbentuknya awan.

Tahun 985 al Maqdisi membuat pembagian baru iklim dunia atas 14 wilayah iklim. Ia juga mengatakan bahwa variasi iklim bertalian dengan lintang, tetapi juga berhubungan dengan letak di timur atau barat daratan (benua). Ketika pengetahuan geografi yang dikembangkan orang Yunani mulai memudar di Eropa, di Kawasan Timur Jauh telah berlangsung pengembangan pengetahuan oleh orang-orang Cina.

Suatu bentuk pengetahuan geografi yang mandiri telah mulai berkembang di kawasan ini sejak abad pertama atau kedua Masehi.


Secara esensial apa yang dikembangkan di Cina sama sekali terpisah dari perkembangan yang terjadi di Eropa.

Namun dalam kenyataanya ada kesejajaran langkah-langkah dalam pengembangan konsep dan cara-cara kerja dengan apa yang telah dikembangkan sejak zaman Yunani di Eropa sehingga seolah-olah tampak adanya kontak antara Cina dengan Eropa walau secara tidak langsung.

Perkembangan pengetahuan keruangan di Cina erat bertalian dengan munculnya berbagai kekaisaran, seringnya terjadi peeprangan yang meliputi kawasan luas dan juga perjalanan-perjalanan perdagangan maupun keagamaan,

Kenyataan bahwa kawasan Cina juga telah menjadi salah satu pusat peradaban tertua yang melahirkan pengetahuan, teknologi dan filsafat besar, juga merupakan pendukung bagi perkembangan pengetahuan keruangan yang sedikit memberikan corak khas.

Dalam abad kedua dan ketiga ahli geografi Cina mengembangkan sistim kisi-kisi (grid sytem) dan skala gradual yang khas dalam peta-petanya. Hal yang demikian sangat memudahkan untuk mengetahui letak tempat dan luas wilayah.

Walaupun tidak mendasarkan pengamatan astronomis, peta-peta Cina ternyata sangat seksama. Dapat dikatakan bahwa peta-peta Cina hasil  buatan abad ketiga hingga ke enam jauh lebih sempurna daripada peta-peta Eropa abad pertengahan dan juga peta-peta dunia Muslim.

Pandangan filsafat terhadap pengetahuan tentang bumi seperti di Yunani tampak secara nyata di Cina, dan filsafat tua yang berkembang di Cina lebih menekankan pada hubungan yang baik antar sesama manusia.

Namun, pengaruh perjalanan yang sudah berlangsung sejak lama sebelum abad Masehi telah berpengaruh kuat atas pembuatan peta wilayah, termasuk pembuatan peta pada gulungan kain sutera yang tersimpan hingga beberapa abad lamanya.

Perjalanan perdagangan lewat jalan sutera yang telah memungkinkan pertukaran barang-barang produksi Cina dengan yang berasal dari Eropa telah merupakan petunjuk bahwa meskipun tidak begitu nyata tentunya telah terjadi juga kontak yang menyangkut juga gagasan-gagasan yang berkembang di Cina dan di Eropa.

Demikian pula halnya dengan perjalanan-perjalanan muhibah atau perjalanan keagamaan (khususnya bagi penganut agama Budha) ke India lewat kawasan Asia Tenggara. Sedang dalam abad 13 seorang tokoh agama (katolik) Cina berkunjung ke Roma, dan kemudian (pada perjalanan berikutnya) juga ke beberapa kawasan di Eropa (Perancis dan Inggris).

Disamping kekhasan dalam perpetaan yang mengutamakan kesaksamaan, pengetahuan geografi yang dikembangkan di Cina juga memberikan perhatian khusus pada hal-hal tertentu.


Menurut Needham, karya-karya geografi Cina memuat hal-hal yang dapat dibagi dalam delapan macam perhatian:

1) kajian mengenai penduduk yang sekarang ini dapat digolongkan termasuk geografi manusia.

2) deskripsi tentang kawasan-kawasan di Cina,

3) deskripsi wilayah-wilayah diluar Cina.

4) kisah-kisah atau laporan perjalanan.

5) buku-buku yang khusus membicarakan sungai-sungai di wilayah Cina.

6) deskripsi mengenai daerah-daerah  pantai yang khusus diperlukan bagi nahkoda kapal.

7) deskripsi mengenai keadaan-keadaan topografi daerah aliran sungai tertentu.

8) ensiklopedia geografi.

Sungguhpun kepustakaan geografi Cina tak banyak terjangkau oleh Dunia Barat, namun secara beranting (lewat India/Asia Tengah dan dunia Muslim) unsur pengetahuan yang telah dikembangkan di Cina niscaya ada juga pengaruhnya dalam perkembangan geografi di Eropa dan juga perkembangan ilmu pada umumnya.

Yang jelas, sebagai pusat peradaban tua yang telah mengembangkan berabgai penemuan, Cina telah memberi sumbangan penting dalam pertumbuhan ilmu dan teknologi. Penemuan mesiu, kompas, kertas, kincir air, sistem desimal dalam berhitung serta alat hitung yang disebut cipoa telah memberikan andil tersendiri dalam perkembangan  ilmu dan teknologi serta kemudahan peningkatan kehidupan manusia.


Geografi Abad Pertengahan di Kawasan Muslim

Pengetahuan geografi dan perpetaan yang telah demikian jauh dikembangkan pada zaman Yunani ternyata tidak sepenuhya lenyap selama abad pertengahan.

Orang-orang Islam di dunia Arab masih meneruskan dan mengembangkan lebih lanjut tradisi ilmu masa Ptolomaeus dan pakar geografi Yunani, khususnya setelah keberhasilan ekspedisi kekuasaan Islam ke Eropa pada abad ke delapan.

Antara tahun 800 hingga 1400 pengetahuan geografi perpetaan dan kosmografi yang dikembangkan para ahli dari dunia Arab dapat dikatakan cukup maju.

Berbeda dengan apa yang dikembangkan oleh orang-orang Kristen pada masa yang sama, karya-karya dunia Arab dikembangkan dengan berbagai macam sumber.

Sarjana-sarjana Islam tidak saja menerjemahkan karya-karya zaman Yunani, yang telah mulai dilakukan semasa pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid di Baghdad pada abad kedelapan, tetapi juga memadukan pengetahuan yang telah dikembangkan di pusat-pusat peradaban Persia, India dan Mesir serta pengalaman perjalanan langsung dari Eropa.


Baik untuk keperluan penunaian ajaran agama maupun untuk keperluan-keperluan perjalanan, cendekiawan Muslim memerlukan pengetahuan lokasi tempat secara seksama.

Kebutuhan akan cara penentuan lokasi secara tepat lebih dirasakan lagi ketika orang Arab mengembangkan daerah kekuasaanya yang meliputi kawasan dari Afghanistan di timur hingga pantai Laut Atlantik di barat (meliputi seluruh pantai utara Afrika dan sejumlah kawasan di daratan Eropa).

Perkembangan geografi dan ilmu lain di kawasan dunia Arab didukung juga oleh beberapa hal yang tak terdapat di Eropa pada masa abad pertengahan. Suasana yang mendukung antara lain:

Perjalanan perdagangan yang cukup ramai berkat lokasi kawasan yang menghubungkan tiga benua

Bahasa dan agama yang sama

Kerajaan atau kesultanan mendukung sepenuhnya pengembangan ilmu dan seni

Diterjemahkannya karya-karya tentang pengetahuan keruangan (geografi, astronomi) masa Ptolomaeus ke dalam bahasa Arab

Telah dikembangkannya ilmu-ilmu dasar (biologi, ilmu hitung dan kedokteran serta sistem desimal) termasuk bilangan nol yang diramu dari hasil-hasil pengembangan dari berbagai pusat peradaban di Asia dan Afrika.

Sumbangan dunia Arab dalam perkembangan geografi tidak saja terbatas pada pengalaman perjalanan ke wilayah-wilayah yang lebih luas di Asia dan Afrika, tetapi juga dari tulisan-tulisan yang memuat pengetahuan klimatologi dan geomorfologi.

Pada tahun 921 al Balkhi menghimpun hasil pengamatan sifat-sifat iklim hasil catatan para musafir ke dalam kitab al-Ashkal yang merupakan atlas mengenai iklim yang pertama ada.

Al-Mas’udi melakukan perjalanan dari Afrika hingga daerah Mozambique sekarang dan membuat lukisan tentang muson. Ia juga melukiskan proses penguapan air dari permukaan hingga terbentuknya awan.


Tahun 985 al Maqdisi membuat pembagian baru iklim dunia atas 14 wilayah iklim. Ia juga mengatakan bahwa variasi iklim bertalian dengan lintang, tetapi juga berhubungan dengan letak di timur atau barat daratan.

Al-Biruni yang tahun 1030 menulis Kitab al-Hind, suatu karya geografi mengenai India, mengemukakan proses sedimentasi yang menghasilkan material berbeda antara yang terdapat di bagian hulu dengan bagian hilir dan juga mengutip keterangan orang Hindu yang menyatakan bahwa pasang air laut disebabkan oleh kedudukan bulan.

Ia juga mencatat keterangan-keterangan bahwa makin mendekati kutub selatan matahari tidak lagi terbenam. Ini menunjukkan bahwa perjalanan-perjalanan telah dilakukan demikian jauh ke selatan sebelum abad ke sebelas.

Ibnu Sina yang mengadakan pengamatan lebih lanjut di daerah lembah-lembah sungai pegunungan di Asia Tengah menemukan konsep yang menerangkan pengangkatan pegunungan dan erosi yang telah menghasilkan lembah-lembah daerah pegunungan. Gagasan ini baru ditampilkan sebagai teori delapan abad kemudian oleh James Hutton.

Ibnu Sina juga mencatat penemuan fosil-fosil pada lapisan batuan dan binatang yang kemudian kandas (gagal meneruskan keberadaanya) oleh adanya perubahan suatu keadaan alam.

Sejumlah perbaikan atas kesalahan-kesalahan yang termuat dalam buku Ptolomaeus telah dilakukan oleh al-Idrisi, pakar geografi Muslim yang mendapatkan pendidikannya di Universitas Cordoba di Spanyol.


Al Idrisi membetulkan gagasan Samudera Hindia sebagai lautan tertutup dan Laut Kaspia sebagai teluk di tepi lautan dunia. Demikian juga perbaikan letak sungai-sungai dan pegunungan.

Karya tulisan Al Idrisi yang diselesaikan tahun 1154 dan memuat geografi baru, baru diterjemahkan dalam bahasa Latin jauh kemudian, yaitu tahun 1619. Pembaharuan juga telah dilakukan mengenai cara-cara navigasi dan pemakaian peta laut yang meluas.

Hal ini merupakan awal bagi dikembangkannya peta laut Portolan di Eropa abad 14 yang ternyata sangat berguna pada awal masa-masa eksplorasi.

Ibnu Batuta merupakan tokoh Muslim yang paling banyak melakukan perjalanan (selama tiga puluh tahun telah menempuh jarak sekitar 75.000 mil). Meskipun dilahirkan dari keluarga ahli hukum di Tangier (Mroko) tahun 1304, ia sangat terkesan dengan pengalaman perjalanan hajinya ke Mekah tahun 1325 ketika melewati kawasan-kawasan Afrika Utara dan Mesir.

Selanjutnya Ia banyak melakukan perjalanan di Asia hingga daerah steppa di Rusia, Bukhara dan Samarkand; disamping perjalanan ke kawasan-kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara hingga mencapai Cina.

Di Afrika, ia menghimpun informasi mengenai kehidupan orangAfrika Muslim di wilayah selatan Sahara dan mendapatkan kenyataan bahwa di daerah lintang sedang Afrika Utara suhunya jauh lebih tinggi daripada keadaan daerah tropik dekat ekuator.

Ibnu Khaldun yang merupakan sarjana Muslim terakhir yang memberikan sumbangan dalam pertumbuhan geografi sebenarnya merupakan tokoh ahli sejarah yang banyak mempelajari organisasi kemasyarakatan, sistem mata pencaharian, dan keadaan kehidupan penduduk yang berpindah-pindah di daerah gurun maupun kehidupan penduduk daerah perkotaan.

Sungguhpun dalam hal teori, Ibn Khaldun menganut teori-teori lama zaman Yunani (termasuk 7 zone iklim yang sejajar dengan ekuator dan pandangan bahwa yang tinggal di daerah panas berkulit hitam), pandangannya yang bersifat determinisme lingkungan dimodifikasi dengan adanya berbagai tradisi budaya yang juga berpengaruh atas kehidupan penduduk.


Ibn Khaldun disebut sebagai tokoh yang secara khsus mulai memperhatikan hubungan manusia-alam.

Meskipun dapat dikatakan bahwa karya0karya yang dihasilkan kawasan Muslim selama abad pertengahan tidak sebaik dan selengkap yang dihasilkan tokoh-tokoh pada zaman Yunani, namun karya geografi dan perpetaan dunia Arab masih jauh lebih maju daripada yang dihasilkan Eropa abad pertengahan.

Karya-karya sarjana Muslim merupakan pengembangan lebih lanjut apa-apa yang telah dihasilkan para tokoh zaman Yunani dengan masih disertai kelengkapan hasil penjelasan sumber ilmu dari Asia.

Salah satu ciri hasil karya perpetaan Arab (Muslim) ialah dipakainya orientasi yang tidak menggambarkan utara di bagian atas peta, tetapi timur, bahkan adakalanya selatan digambarkan di atas.

Sumbangan orang Islam pada pekembangan ilmu tidak saja terbatas dalam bidang pengetahuan geografi dan perpetaan, tetapi juga dalam bidang ilmu dan pengetahuan eksakta. Geografi Yunani yang tetap dipakai dan dikembangkan lebih lanjut oleh dunia Arab kelak akan menjadi salah satu pendorong bagi Eropa untuk kembali mempelajari pengetahuan dan budaya yang telah dikembangkan zaman Yunani, yaitu dengan munculnya renaisan di Eropa.


Geografi di Timur Jauh (Cina)


Geografi Masa Renaisan

Oleh sebab berbagai hal yang sangat kompleks dan tidak keseluruhannya jelas hubungannya, sesudah kira-kira tahun 1200 Eropa mengalami kristalisasi atau kebangkitan hidup kembali, khususnya pada masa-masa dalam abad 14 hingga abad 17 yang dikenal juga sebagai masa renaisan.

Masa renaisan ditandai antara lain dengan munculnya gerakan intelektual dan seni yang meluas di seluruh Eropa. Orang berupaya mengkaji kembali apa-apa yang sudah dikembangkan para ahli pada masa Yunani dan Romawi Kuno.


Adanya pembaharuan mendasar yang mendahului pertumbuhan ilmu, yaitu terdapatnya kembali kebebasan berfikir setelah berakhirnya abad pertengahan dan berkembangnya spesialisasi dalam pengembangan pengetahuan (disertai munculnya cara eksperimentasi) sekitar abad 17, secara lebih rinci dapat disebutkan bahwa beberapa peristiwa historis dapat dipandang ada kaitannya dengan kebangkitan kembali Eropa dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Munculnya humanisme, renaisan serta reformasi gereja yang tampilnya berurutan tetapi sebagian juga terjadi pada masa yang sama telah disusul kemudian dengan datangnya masa aufklarung yang merupakan masa pencerahan cara berfikir dan memandang masyarakat Eropa.

Gerakan perubahan itu disertai pula dengan lahirnya berbagai faham atau pandangan filsafat seperti empirisme, realisme, fenomenologi dan juga positivisme yang semua telah memberikan sumbangannya dalam berfikir dan kecenderungan-kecenderungan dalam pengembangan ilmu.


Geografi Masa Hombold dan Ritter

Para ahli geografi akhir abad 18 telah mengembangkan sebagian konsep-konsep teoretik tentang bentuk geografi yang baru.

Tetapi pembaharuan yang menuntut pentingnya gagasan atas fakta-fakta sebagian besar tercermin dari karya-karya Alexander von Humboldt dan Carl Ritter.


Sungguhpun karya Varenius telah menjadi pembuka jalan bagi pengembangan geografi sebagai sosol ilmu pengetahuan yang utuh, baik yang menyangkut gejala dan sifat-sifat yang berlaku umum di bumi maupun uraian tentang daerah dan tempat-tempat, namun kebanyakan ahli mengaitkan pertumbuhan geografi sebagai ilmu dengan nama Humboldt dan Ritter.

Tidak ada batasan yang jelas atau kesepakatan umum mengenai saat lahirnya geografi sebagai secara ilmu secara formal.

Wrigley (dalam Chorley dan Hagget, 1970) maupun james Martin sama-sama menyebutkan bahwa saat meninggalnya Humboldt dan Ritter, sama-sama tahun 1859 merupakan batas akhir periode geografi klasik, meskipun kenyataanya Ritter telah diangkat sebagai guru besar pertama dalam ilmu geografi pada universitas di Berlin pada tahun 1820 (dia setahun sebelumnya telah menjabat guru besar dalam ilmu sejarah).

Kedua tokoh pembaharu geografi yang menjadikan geografi mempunyai kedudukan sebagai sautu disiplin ilmu sama-sama berawal dari kehidupan sebagai anak yatim dan memulai karirnya sebagai ilmuwan tidak langsung dalam geografi, melainkan didasari pendidikan multi bidang.

Humboldt yang lahir tahun 1769 dari keluarga bangsawan Prusia, ketika ayahnya (perwira angkatan darat) meninggal baru berusia 10 tahun.

Karena itu, ketika Humboldt mencapai umur untuk memasuki universitas, meskipun sangat tertarik pada aspek dunia fisik, terpaksa mengikuti kuliah seperti yang diinginkan ibunya, yaitu ekonomi (manajemen industri).

Namun selanjutnya Humboldt mengikuti pelajaran-pelajaran fisika, kimia, geologi dan petambangan, sungguhpun kemudian sangat tertarik pada botani berkat perkenalan dengan dosennya yang baru saja pulang dari mengikuti ekspedisi James Cook ke New Zealend.

Setelah bekerja pada dinas pertambangan (sebagai insinyur tambang) Humboldt mulai melakukan penyelidikan mengenai persebaran tumbuh-tumbuhan yang hidup di bawah tanah (dalam lorong-lorong tambang di bawah permukaan tanah).

Ia baru berkesempatan mengembangkan pengetahuannya dengan leluasa (dan meninggalkan jabatannya sebagai pegawai negeri) setelah ibunya meninggal dan mendapatkan warisan tanah perkebunan yang cukup besar hingga ia tak perlu lagi mencari uang untuk dapat belajar lebih lanjut dan melakukan perjalanan-perjalanan jauh).


RITTER

Ritter juga telah ditinggal mati ayahnya (seorang dokter) ketika ia baru berumur lima tahun. Karena itu bersama empat orang saudaranya yang belum dewasa itu mengalami kekurangan biaya untuk pendidikannya.

Namun ia beruntung, ketika mencapai usia masuk sekolah seorang kepala sekolah, C.G. Salzmann, sedang mulai dengan sekolah barunya yang akan menjadi laboratorium yang akan mencobakan metode-metode baru dan memerlukan murid yang belum pernah masuk sekolah biasa.


Ritter terpilih menjadi muridnya dan mendapat pendidikan sekolah model baru dengan cuma-cuma dan mendapat macam-macam pelajaran dengan metode baru yang lebih sempurna.

Ketika saatnya masuk univetsitas Ritter kembali memperoleh keberuntungan, karena ia memperoleh dukungan dana dari seorang bankir kaya dengan syarat ia bersedia menjadi tutor bagi anak-anak (keluarga) banir tersebut.

Dengan tekad akan menjadi guru, di universitas ia magang pada Profesor Niermeyer, seorang ahli pendidikan terkenal waktu itu.

Sambil bertugas sebagai tutor (guru) di rumah Hollweg (bankir yang membantu membiayai kuliahnya) ia dapat mengikuti kuliah-kuliah secara baik, mempelajari bahasa Latin dan bahasa Yunani serta diharuskan banyak membaca dalam pelajaran geografi dan sejarah.

Bersama murid-muridnya (anak keluarga Holweg) ia sering melakukan perjalanan lapangan sekitar kota Frankfurt sehingga ia sendiri menjadi mahir dalam melakukan pengamatan di lapangan.

Keahliannya dalam membuat sketsa lapangan kelak akan menjadi sangat berguna dalam tugasnya sebagai ilmuwan, sekalipun orang sudah mulai menemukan fitografi.

Ritter bertemu dan sangat terkesan dengan Humboldt yang telah menjadi sarjana terkemuka ketika melakukan perjalanan ke Swiss dan Itali.

Ketika salah seorang muridnya meninggal, ia harus mengikuti salah satu anak Hollweg yang lain yang masu universitas Gottingen. Di universitas ini ia mempelajari lebih lanjut: geografi, sejarah, pedagogi, fisika, kimia, mineralogi dan botani.

Berbeda dengan Humboldt, tokoh yang ia kagumi, Ritter kemudian mendapat berbagai jabatan akademik di perguruan tinggi.

Tahun 1819 ia diangkat guru besar sejarah di Frankfurt, yang sempat dijabatnya selama setahun. Tahun 1820 ia diangkat sebagai guru besar geografi pada jurusan (progaram studi) geografi yang baru dibentuk di universitas Berlin.

Disamping jabatannya itu ia juga tetap mengajar sejarah pada akademi militer, menjadi anggota komisi ilmiah geografi dan sejarah, mendirikan himpunan geografi Berlin, serta menjadi tutor pribadi pangeran Albert dari Prusia.

Disamping tugas-tugasnya yang banyak itu, setiap musim panas ia meneruskan programnya memimpin perjalanan lapangan ke berbagai wilayah Eropa.

Sebelumnya, pada tahun 1811, ia sudah menulis dua jilid buku geografi tentang Eropa, walaupun tujuannya untuk kepentingan pengajaran.

Humboldt dan Ritter merupakan dua tokoh pendiri geografi sebagai ilmu yang sama-sama bekerja di Berlin dan saling menyebut yang lain sebagai sumber inspirasi bagi karyanya.

Humboldt demikian banyak menyebut dan mengutip karya Ritter tentang Asia Tengah, terutama karena ia sendiri tidak mendapatkan pendidikan khusus dalam geografi.

Sebaliknya Ritter memandang Humboldt (yang sepuluh tahun lebih tua) sebagai ‘gurunya’  dan Peschel (yang tertarik pada hasil karya kedua tokoh itu) menyebut-nyebut pengakuan Ritter bahwa tanpa adanya karya Humboldt ia (Ritter) tidak akan mampu menghasilkan karya-karyanya.

Humboldt dan Ritter juga mengakui bahwa apa yang mereka hasilkan merupakan kelanjutan atau pengambangan lebih lanjut apa yang sudah dilakukan para ahli lain sebelumnya.

Khususnya bagi Humboldt, hasil karyanya tidaklah sepenuhnya hasil pengamatannya di lapangan. Tetapi ia juga tidak dapat disebut sebagai ahli geografi di belakang meja (yang mendasarkan pada teori-teori yang ada dalam pemikiran-meikiran saja), meskipun selama 60 tahun kariernya dalam geografi hanya kurang lima tahun saja ia melakukan perjalanan-perjalanan eksplorasi.

Humboldt menjadi tertarik pada geografi setelah pendidikannya mengenai vegetasi dibawah tanah (yang ia lakukan ketika menjabat pengawas dalam pertambangan) dan dekatnya hubungan dengan George Foster yang pernah mengikuti pelayaran James Cook.

Sebagai penasihat pribadi Raja Prusia, dan sebagai pejabat dan juga ilmuwan, Humboldt banyak menulis makalah termasuk dua diantaranya dalam geografi. Akan tetapi banyak hasil karyanya, sebelum terbit bukunya “Kosmos” yang terkenal, bersumber dari para tokoh sebelumnya, termasuk gagasan-gagasan Varenius dan Immanuel Kant.


Kecenderungan Geografi Mutakhir

Sesudah Perang Dunia II permasalahan kehidupan menjadi makin kompleks dan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang yang dicapai selama perang juga berpengaruh besar dalam cara berpikir para ilmuwan.

Demikian pula kerjasama antara bidang serta pendekatan sistem yang dipakai dalam rangka untuk segera mengakhiri dan memenangkan perang berpengaruh pada cara pendekatan, cara kerja, serta analisis yang dipakai dalam berbagai disiplin.

Pada awal tahun 1950-an di lingkungan perguruan tinggi di Amerika Serikat muncul kericuhan mengenai kedudukan geografi regional yang sejak tahun 1920-an merupakan paradigma yang sangat dominan dan dianut secara meluas di berbagai negara.

Reaksi pemikiran baru muncul setelah terbitnya tulisan Harsthorne berjudul The Nature of Geography pada tahun 1939. Sejalan dengan kemajuan zaman para geografiwan mendambakan geografi baru atau orientasi baru dalam disiplinnya.

Preston E. James yang pada tahun 1952 menampilkan pengertian ‘region’ dan menunjukkan bahwa konsep regional merupakan inti kajian geografi juga mendapat kecaman pedas.

Pandangannya yang konvensional dipandang sudah ketinggalan zaman. Orang mulai meragukan konsepsi geografi sebagai pengetahuan korologi, yang sasarannya mempelajari wilayah-wilayah yang bersifat unik.

Schaefer, disamping kemudian juga McCarty dan Garrison, yang merupakan pengecam-pengecam faham regional, mencetuskan pernyataan-pernyataan programatis mengenai analisis keruangan.

Schaefer yang merupakan penganut positivisme ilmu memandang bahwa geografi yang memusatkan penelitiannya pada region-region yang unik menggambarkan metodologi ilmu sistematis yang menyimpang.

Menurutnya setiap disiplin pada dasarnya mengkaji secara mendalam makna tertentu dari objek-objek yang unik akan tetapi adanya keunikan tidaklah menjadi alasan untuk tidak memungkinkan orang merumuskan hukum-hukum.

Sebagai contoh perbandingan psikologi meneliti individu yang satu dengan lainnya tidaklah sama, tetapi hukum-hukumnya dapat saja dirumuskan oleh psikologi.

Schaefer yang mulanya ahli ekonomi dan bergabung dengan kelompok ahli geografi yang mengajar pada departemen ekonomi di University of Lowa menginginkan agar geografi menerima filsafat dan metodologi aliran positifisme ilmu.

Suatu ilmu akan dapat diketahui karakteristiknya melalui penjelasan-penjelasannya. Hukum-hukum diperlukan untuk memberi penjelasan dan peramalan.


Demikian ulasan dari PPKN.CO.ID Mengenai sejarah lahirnya geografi spesialis, Semoga Bermanfaat….


Refrensi Teknologi [DISINI]


Resecent Posts

Exit mobile version